Rencana penawaran saham perdana di ruang lingkup negara ASEAN, masih terkendala oleh peraturan masing-masing negara. Sehingga regulator di negara Asean khususnya Indonesia perlu penyesuaian aturan tersebut.
Hal itu dilakukan agar semuanya dapat berjalan bersama sesuai aturan yang ada di Asean. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengatakan, hingga kini masih ada aturan yang perlu disamakan oleh semua regulator yang ada di negara ASEAN.
"Harus disamakan masing-masing aturan oleh semua regulator yang ada di negara Asean, seperti peraturan good corporate governance (GCG) dan prospektus. Kalau kita prospektus itu harus ditanda tangani oleh akuntan publik yang sudah terdaftar di OJK, itu berdasarkan UU pasar modal," ujar Nurhaida seperti ditulis Kamis (31/10/2013).
Nurhaida menambahkan, ada kendala soal aturan prospektus. Kendala itu ketika akuntan publik yang sudah menandatangani prospektus laporan keuangan yang telah terdaftar di regulator pasar modal negaranya sendiri, dan tidak terdaftar di negara yang akan dituju.
Selain itu, Nurhaida menjelaskan, semua regulator pasar modal Asean sudah menjalankan Mutual Recognition Agreement (MRA) terhadap langkah khusus penunjang pasar modal seperti akuntan publik, penilai publik dan pengacara yang ada di negara-negara Asean. Tapi, dalam pembahasan tidak menemukan titik terang. Sehingga dibuatlah MRA of prospectus, agar prospektus bisa disamakan.
"Dengan adanya MRA of prospectus, maka susunan prospektus di masing-masing negara Asean bisa selaras, sehingga bisa digunakan di negara Asean lain. Dan dikeluarkan susunan ASEAN Disclosure Standar, sehingga negara Asean manapun yang mengeluarkan disclosure harus memenuhi standar, jika ingin menjalankan penawaran saham perdana di negara ASEAN lainnya,"Â kata Nurhaida.
Selain itu, ia mengungkapkan, sudah ada beberapa negara yang menerapkan ASEAN Disclosure Standar, seperti Singapura, Thailand dan Malaysia sejak tahun 2012 sudah menerapkan ASEAN Disclosure Standar. Untuk Indonesia sendiri belum dapat menerapkan ASEAN Disclosure Standar, karena masih terhalang oleh UU pasar modal.
Nurhaida berharap, bagi negara yang belum bisa menerapkan ASEAN Disclosure Standar, harus secara bertahap ada perubahan aturannya, termasuk Indonesia yang harus merevisi UU pasar modal.
"Sudah ada draft revisi UU pasar modal, tapi harus dibahas lagi di DPR, agar UU pasar modal itu bisa segera di revisi," kata Nurhaida.(Dis/Ahm)
Hal itu dilakukan agar semuanya dapat berjalan bersama sesuai aturan yang ada di Asean. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengatakan, hingga kini masih ada aturan yang perlu disamakan oleh semua regulator yang ada di negara ASEAN.
"Harus disamakan masing-masing aturan oleh semua regulator yang ada di negara Asean, seperti peraturan good corporate governance (GCG) dan prospektus. Kalau kita prospektus itu harus ditanda tangani oleh akuntan publik yang sudah terdaftar di OJK, itu berdasarkan UU pasar modal," ujar Nurhaida seperti ditulis Kamis (31/10/2013).
Nurhaida menambahkan, ada kendala soal aturan prospektus. Kendala itu ketika akuntan publik yang sudah menandatangani prospektus laporan keuangan yang telah terdaftar di regulator pasar modal negaranya sendiri, dan tidak terdaftar di negara yang akan dituju.
Selain itu, Nurhaida menjelaskan, semua regulator pasar modal Asean sudah menjalankan Mutual Recognition Agreement (MRA) terhadap langkah khusus penunjang pasar modal seperti akuntan publik, penilai publik dan pengacara yang ada di negara-negara Asean. Tapi, dalam pembahasan tidak menemukan titik terang. Sehingga dibuatlah MRA of prospectus, agar prospektus bisa disamakan.
"Dengan adanya MRA of prospectus, maka susunan prospektus di masing-masing negara Asean bisa selaras, sehingga bisa digunakan di negara Asean lain. Dan dikeluarkan susunan ASEAN Disclosure Standar, sehingga negara Asean manapun yang mengeluarkan disclosure harus memenuhi standar, jika ingin menjalankan penawaran saham perdana di negara ASEAN lainnya,"Â kata Nurhaida.
Selain itu, ia mengungkapkan, sudah ada beberapa negara yang menerapkan ASEAN Disclosure Standar, seperti Singapura, Thailand dan Malaysia sejak tahun 2012 sudah menerapkan ASEAN Disclosure Standar. Untuk Indonesia sendiri belum dapat menerapkan ASEAN Disclosure Standar, karena masih terhalang oleh UU pasar modal.
Nurhaida berharap, bagi negara yang belum bisa menerapkan ASEAN Disclosure Standar, harus secara bertahap ada perubahan aturannya, termasuk Indonesia yang harus merevisi UU pasar modal.
"Sudah ada draft revisi UU pasar modal, tapi harus dibahas lagi di DPR, agar UU pasar modal itu bisa segera di revisi," kata Nurhaida.(Dis/Ahm)