Bursa saham Jepang sepertinya tidak terlalu mujur pada awal tahun 2014. Indeks saham Nikkei memimpin penurunan dengan merosot 8,5% di antara bursa saham Asia dan global pada Januari 2014.
Sementara itu, indeks saham Jepang Topix melemah 6,3% pada Januari 2014. Padahal bursa saham Jepang melonjak signifikan dengan naik sekitar 57% pada Desember 2013.
Sejumlah sentimen mempengaruhi global dan internal telah mempengaruhi bursa saham Jepang pada awal tahun ini. Menurut Coutts and Co, Yen menurun sekitar 18% pada 2013, dan kembali menguat pada awal 2014 berpotensi membatasi keuntungan perusahaan.
Sedangkan, Sumitomo Mitsui Asset Management Co menilai, adanya kenaikan pajak penjualan menjadi 8%Â akan meredam belanja konsumen. Berdasarkan survei Bloomberg, ekonom memperkirakan, kenaikan pajak penjualan dari 5% menjadi 8% akan menguji ketahanan pemulihan pertumbuhan ekonomi Jepang. Langkah itu pun akan memicu kontraksi tahunan sekitar 4,1% pada kuartal kedua.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga menuturkan, tidak ada argumen kalau kebijakan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membuat bursa saham merosot.
"Semakin kuat yen mungkin menjadi pendorong utama, dari penurunan besar saham Jepang. Investor mengunci keuntungan karena mereka kembali menjauh dari saham," ujar Gary Dugan, Chief Investment Officer for Asia and The Middle East Coutts and Co, seperti dikutip dari laman Bloomberg, Selasa (4/2/2014).
Tekanan Jual
Aksi jual oleh investor asing yang terjadi di bursa saham Jepang juga menambah tekanan ke bursa saham. Investor asing menjual saham dengan nilai sekitar 223 miliar yen pada 24 Januari 2014. Angka itu terbesar sejak periode berakhir pada 23 Maret 2012.
Tahun lalu, investor asing melakukan aksi beli saham mencapai 15,1 triliun yen pada 2013. Hal itu menjadi kekhawatiran Saktihi Siva, Strategist Credit Suisse Group AG.
"Daya tarik Jepang berkurang. Kekhawatiran terbesar kami di Jepang adalah perdagangan yang ramai," ujar Sakthi.
Selain itu, perlambatan ekonomi di China dan pemotongan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve telah berdampak terhadap bursa saham global termasuk bursa saham Jepang. Myojo Asset Management memperkirakan, indeks saham Nikkei akan melemah ke level 9.000 pada akhir tahun 2014.
Sementara itu, indeks saham Jepang Topix melemah 6,3% pada Januari 2014. Padahal bursa saham Jepang melonjak signifikan dengan naik sekitar 57% pada Desember 2013.
Sejumlah sentimen mempengaruhi global dan internal telah mempengaruhi bursa saham Jepang pada awal tahun ini. Menurut Coutts and Co, Yen menurun sekitar 18% pada 2013, dan kembali menguat pada awal 2014 berpotensi membatasi keuntungan perusahaan.
Sedangkan, Sumitomo Mitsui Asset Management Co menilai, adanya kenaikan pajak penjualan menjadi 8%Â akan meredam belanja konsumen. Berdasarkan survei Bloomberg, ekonom memperkirakan, kenaikan pajak penjualan dari 5% menjadi 8% akan menguji ketahanan pemulihan pertumbuhan ekonomi Jepang. Langkah itu pun akan memicu kontraksi tahunan sekitar 4,1% pada kuartal kedua.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga menuturkan, tidak ada argumen kalau kebijakan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membuat bursa saham merosot.
"Semakin kuat yen mungkin menjadi pendorong utama, dari penurunan besar saham Jepang. Investor mengunci keuntungan karena mereka kembali menjauh dari saham," ujar Gary Dugan, Chief Investment Officer for Asia and The Middle East Coutts and Co, seperti dikutip dari laman Bloomberg, Selasa (4/2/2014).
Tekanan Jual
Aksi jual oleh investor asing yang terjadi di bursa saham Jepang juga menambah tekanan ke bursa saham. Investor asing menjual saham dengan nilai sekitar 223 miliar yen pada 24 Januari 2014. Angka itu terbesar sejak periode berakhir pada 23 Maret 2012.
Tahun lalu, investor asing melakukan aksi beli saham mencapai 15,1 triliun yen pada 2013. Hal itu menjadi kekhawatiran Saktihi Siva, Strategist Credit Suisse Group AG.
"Daya tarik Jepang berkurang. Kekhawatiran terbesar kami di Jepang adalah perdagangan yang ramai," ujar Sakthi.
Selain itu, perlambatan ekonomi di China dan pemotongan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve telah berdampak terhadap bursa saham global termasuk bursa saham Jepang. Myojo Asset Management memperkirakan, indeks saham Nikkei akan melemah ke level 9.000 pada akhir tahun 2014.