Liputan6.com, Jakarta Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) Bank Indonesia, Juli Budi Winantya, menilai dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China bisa mempengaruhi nilai tukar mata uang global, termasuk Rupiah.
Oleh karena itu, Bank Indonesia berkomitmen untuk mengatasi fluktuasi yang terjadi akibat perang dagang menggunakan beberapa instrumen kebijakan.
Baca Juga
"Bank Indonesia kan selalu menyampaikan bahwa stabilitas milik tukar ini adalah salah satu faktor yang terus kita jaga, dan ini dilakukan melalui beberapa instrumen," kata Juli dalam Media Briefing di Aceh, Jumat (7/2/2025).
Advertisement
Adapun instrumen pertama Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar, yakni melakukan intervensi di pasar ekspor dengan cara menyediakan pasokan valas (valuta asing) untuk mengurangi volatilitas nilai tukar.
Langkah ini diambil untuk menstabilkan Rupiah, terutama ketika terjadi pergerakan yang tajam atau spekulasi yang berlebihan terhadap dolar AS.
"Kita melakukan intervensi di pasar ekspor, jadi menggunakan instrumen intervensi, jadi apabila ada pemberitaan dolar yang berlebihan, Bank Indonesia masuk ke situ, melakukan suplai valas dengan tujuan untuk mengurangi volatilitas dari nilai tukar," ujarnya. Kedua, Bank Indonesia akan melakukan intervensi di pasar forward menggunakan instrumen domestik non-deliverable forward (DNDF). Instrumen ini membantu mengatur ekspektasi pasar terhadap pergerakan nilai tukar di masa depan.
"Kemudian intervensi itu juga dilakukan di pasar forward, dengan domestic non-deliverable forward," katanya.
Ketiga, Bank Indonesia turut aktif dalam membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk mendukung likuiditas di pasar keuangan domestik. Kebijakan ini juga berperan dalam menjaga stabilitas pasar keuangan Indonesia.
"Juga dilakukan dengan cara pembelian SBN di pasar sekunder. Jadi, itu secara umum instrumen atau kebijakan yang kita lakukan," ujarnya.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Lebih lanjut, Juli menjelaskan bahwa Bank Indonesia memprediksi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 4,7 hingga 5,5 persen.
Proyeksi ini mencerminkan perkiraan kondisi ekonomi ke depan, namun bukanlah target yang pasti. Bank Indonesia tidak menetapkan angka pertumbuhan ekonomi, melainkan lebih kepada upaya untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu diambil agar perekonomian tetap tumbuh secara stabil.
"Terkait dengan tadi 4,7 sampai 5,5 kisaran pertumbuhan ekonomi, itu adalah proyeksi, jadi perkiraan. Bank Indonesia tidak menargetkan pertumbuhan ekonomi, tetapi kita melihat perkiraan ekonomi ke depan seperti apa," jelasnya.
Sebagai salah satu langkah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia telah menurunkan BI-rate, yaitu suku bunga acuan, dengan tujuan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tetap sehat dan berkelanjutan di tengah ketidakpastian global.
"Kemarin menurunkan BI-rate agar pertumbuhan Indonesia tetap baik dan sustain ke depannya," ujar Juli.
Advertisement
Rupiah Menguat Hari ini
Nilai tukar rupiah (kurs) pada pembukaan perdagangan hari Jumat di Jakarta menguat hingga 7 poin atau 0,04 persen menjadi 16.334 per dolar Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, rupiah dipatok 16.341 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan nilai tukar atau kurs rupiah masih rentan melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) untuk saat ini.
"Kebijakan kenaikan Tarif Trump dikhawatirkan akan memicu kenaikan inflasi di AS, sehingga The Fed (Federal Reserve) akan membatasi pemangkasan suku bunga acuannya,” ujarnya dikutip dari Antara, Jumat (7/2/2025).
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)