Alim Sugiantoro: Kelenteng Kwan Sing Bio Milik Umat Tri Dharma

Alim Sugiantoro surat yang didaftarkan ke Kemenag.

oleh Aditia Saputra diperbarui 17 Sep 2020, 17:16 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2020, 05:00 WIB
Alim Sugiontoro
Vicky Shu dan Alim Sugiantoro

Liputan6.com, Jakarta Ketua Penilik Demisioner Tempat Ibadah Yayasan Tri Dharma (TITD) Alim Sugiantoro, menegaskan bahwa Kelenteng Kwan Sing Bio di Tuban Jawa Timur itu digunakan ibadah bersama bagi umat Konghucu, Budha dan Aliran Tao. Kelenteng itu bukan Wihara. 

Menurut Alim Sugiantoro, Tri Dharma Kelenteng Kwan Sing Bio yang dipuja dan didatangi orang se-Indonesia itu adalah Dewa Kwan Kong yang dinamakan Kwan Sing Tee Kun dan bukan Budha.

“Intinya Bio itu kelenteng untuk umat Tri Dharma yang terdiri dari tiga pihak yakni dari Konghucu, Budha dan Aliran Tao, terus beliau (Dirjen Binmas Budha Caliadi,red) bilang kalau masalah ini sudah clear. Apanya yang clea?,” ujar Alim Sugiantoro, kepada wartawan, Selasa (15/9/2020).

Produser film pun menyoal keputusan Dirjen Binmas Budha yang menerbitkan Surat Tanda Daftar Rumah Ibadah Kelenteng Kwan Sing Bio sebagai Wihara atau tempat ibadah hanya bagi umat Budha. 

Atas kebijakan Dirjen Binmas Budha ini, Alim melayangkan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur pada Jumat (11/9) lalu.

Dia mendesak Dirjen Binmas Budha mencabut Surat Tanda Daftar Rumah Ibadah agama Budha Kelenteng Kwan Sing Bio yang hanya menjadi rumah ibadah umat Budha.

“Memang rumah ibadah wewenang yang mengatur adalah pejabat Kemenag, namun tidak bisa mengubah seenaknya sendiri dan merugikan yang lain. Lebih baik yang ada dilestarikan, dibina dan tidak diusik," ujar Alim Sugiantoro.

 

Berdiri

Hanung Bramantyo
Hanung Bramantyo dan Alim Sugiantoro

Kelenteng Kwan Sing Bio yang dikelola Tri Dharma di Tuban Jawa Timur adalah kelenteng yang sudah berdiri sejak 200 tahun silam. 

"Dalam bahasa Tionghoa, terbaca Bio dan Bio itu Kelenteng bukan Vihara dan rumah ibadah Budha, hal ini yang harus dipahami," ujar Alim.

 

Konflik

Alim Sugiantoro
Alim Sugiantoro dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

Surat yang diterbitkan Dirjen Binmas Budha soal Tanda Daftar Rumah Ibadah Budha inilah yang memantik konflik lebih besar di antara pengurus Tri Dharma. 

"Karena indikasinya ada pencaplokan atau perebutan tempat ibadah yang selama ini sudah tenang justru dimunculkan konflik lebih besar karena mengubah  status menjadi rumah ibadah Budha," papar Alim.

 

Memicu

Sebab, surat tanda daftar rumah ibadah Buddha terhadap kelenteng Kwan Sing Bio itu memicu sengketa hingga puncaknya terjadi penggembokan Kelenteng pada tanggal 27 Juli 2020, oleh pihak M cs. 

Siapapun, kata Alim, tidak mau kelenteng Tuban itu dijadikan tempat ibadah Budha. Dia pun menduga ada pihak yang ingin menjadikan kelenteng Kwan Sing Bio sebagai wihara.

“Semua umat se-Indonesia tahu kalau beribadah ke Yang Mulia Kong Co Kwan Sing Tee Kun itu di kelenteng Kwan Sing Bio Tuban,” katanya.

Dia juga menegaskan bahwa umat akan marah bila Dewa Kwan Kong di Tuban di-Budha-kan. Sebab, berbeda aliran dan Dewa Kwan Kong Kelenteng Tuban itu sudah tersoohor di Asia Tenggara, bahkan dunia.

"Padahal negara sudah membuat kerangka pedoman dan persetujuan bersama bahwa kita harus menghormati sesama umat beragama dan masing-masing menjalankan ibadahnya sesuai kepercayaannya masing-masing tanpa mengganggu yang lain dan harus saling menghormati. Prinsip ini sudah berjalan dengan baik dan lancar," tutur Alim. 

 

Dikeluarkan

Oleh sebab itu, Alim menuntut agar Tanda Daftar yang dikeluarkan Dirjen Binmas Budha harus dicabut agar umat Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban seluruh Indonesia bisa beribadah dengan tenang dan lancar.   

“Kalau yang terhormat Bapak Dirjen menginginkan umat Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban dan umat seluruh Indonesia bisa beribadah dengan mudah dan lancar, tidak perlu berdalih yang lain kalau memang tujuannya murni untuk keadilan umat agar bisa beribadah,” tuturnya.

Menanggapi soal penggembokan, Alim meminta agar tidak memelintir fakta dan menyebarkan fitnah. Sebab sebelumnya, kelenteng memang wajib digembok dari dalam demi keamanan di malam hari.

“Kalau tidak digembok dari dalam, lalu siapa yang bertanggung jawab kalau ada pencurian dan perampokan? Kalau pada malam hari lalu digembok dari luar itu salah besar. Bagi yang menggembok dari luar tanpa izin dan memfitnah orang lain itu perbuatan melawan hukum,” tegas Alim.

Padahal, Pengadilan Negeri Tuban tentang sela dan putusan pengadilan Negeri Tuban Nomor 11/ Pdt.G/ PN Tuban telah memutuskan bahwa Tio Eng Bo, pengurus tidak sah dan melawan hukum.

Farida Sulistyani, kuasa hukum pengurus Klenteng Kwan Sing Bio menjelaskan bahwa penggembokan seakan-akan dilakukan oleh pihak pengurus Klenteng Kwan Sing Bio.

“Padahal pengembokan itu adalah dari pihak M ya. Di mana pengurus yang secara pengadilan negeri di mana Pak Heri sebagai kuasanya sudah dinyatakan bahwa mereka itu adalah tidak sah,” ujarnya.

 

Penggembokan

Farida juga menjelaskan kronologi peristiwa pengembokan yang terjadi pada 27 Juli lalu. “Kelenteng digembok pakai rantai oleh pihak M setelah umat melakukan sembahyang. Bahkan saat digembok masih ada beberapa orang yang sedang berada di dalam klenteng tersebut,” ungkapnya. 

Sebelumnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Masyarakat Budha Kementrian Agama Caliadi menegaskan, rumah ibadah tidak boleh ditutup hanya karena terjadi urusan perselisihan di antara pengurus.

"Silahkan masuk ke ranah hukum di pengadilan. Namun rumah ibadah itu bukan milik pengurus tetapi milik umat. Harus dibuka untuk kepentingan ibadah umat," ujar Caliadi dalam sebuah rekaman video yang dikirimkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya