Liputan6.com, Jakarta Juli 2023, sinema Indonesia diwarnai kehadiran film dokumenter berdurasi 37 menit, The Last Journey yang mengisahkan para penunggang Vespa dengan rute Yogyakarta Bali.
Film The Last Journey rilisan Pinisi Pictures dan Simplemind Communications adalah karya sineas Mario Arfani yang diperkenalkan kepada publik di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Jumat (14/7/2023).
Dalam interviu via telepon, Minggu (16/7/2023), Mario Arfani berbagi romantika di balik layar The Last Journey yang memotret perjalanan Ulil, Bayu, Atur, dan Enzo, touring dengan sepeda motor menuju ajang Vespa World Day Bali 2022 di Nusa Dua.
Advertisement
Laporan khas Showbiz Liputan6.com menghimpun 6 fakta menarik dari lokasi syuting film dokumenter The Last Journey termasuk momen dramatis di Gunung Bromo berkawan hujan dan angin.
1. 5 Hari Jelang Vespa World Day 2022
Syuting The Last Day dimulai sejak 5 hari jelang Vespa Wolrd Day 2022 yang digelar di Bali. Bagian tersulitnya, karena mengendarai Vespa tua, hampir sepanjang perjalanan para pemain gonta-ganti sepeda motor.
“Tantangan lain, cuaca tak menentu yang memengaruhi kondisi fisik pemain dan kru. Sampai di Yogyakarta banyak yang ambruk pada tifus. Sisanya lebih ke tantangan pengambilan gambar karena peralatan kami terbatas,” kata Mario Arfani.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
2. 8 Titik Cantik di Jawa dan Bali
Mario Arfani menjelaskan, The Last Journey bisa dibilang film perjalanan alias road movie karena sepanjang durasi, penonton diajak berkelana dan singgah ke sejumlah daerah indah. Sineas kelahiran Makassar, 3 April 1979, ini menyebut setidaknya ada 8 sampai 10 titik yang disinggahi.
“Dari rute Bali Yogyakarta. Titik-titik krusial itu antara lain Yogyakarta, Madiun, Tawangmangu, Bondowoso, dan Banyuwangi. Di Bali sendiri kami singgah di sejumlah kawasan seperti Pantai Pandawa, Pegunungan Kintamani, dan Nusa Penida,” urainya.
3. Film Dokumenter Pertama Mario
The Last Journey film dokumenter pertama Mario Arfani. Sebelumnya ia membuat serial dokumenter soal kuliner yang tayang di sebuah platform streaming sebanyak 50 episode. Serial ini mengajak audiens berkelana ke Jakarta, Bogor, Bandung, Makassar, dan Yogyakarta.
“Mengerjakan The Last Journey jadi tantangan tersendiri. Kalau serial kan berkelanjutan, terkonsep rapi dengan skrip dan host. Setelah 50 episode sangat mungkin dilanjutkan. The Last Journey murni mengandalkan momen berdurasi terbatas,” Mario Arfani mengulas.
Advertisement
4. Syuting 16-17 Hari
Mario Arfani menerangkan, total syuting The Last Journey 16 sampai 17 hari. Ada banyak kenangan selama syuting salah satunya hujan angin di Gunung Bromo. Menuju puncak B29 sangat berkesan sekaligus menantang. Maksud hati ingin mencapai puncak, apa daya hujan angin mengadang.
“Tanpa hujan saja hawanya dingin, apalagi hujan angin. Salah satu kru kami rain coat-nya lepas. Kami khawatir jika nekat ke puncak B29 tanpa rain coat, dia akan kena hipotermia. Keselamatan dan kesehatan kru lebih penting. Makanya kami tak mencapai sana,” paparnya panjang.
5. Semalam di Tawangmangu
Selain Bromo, Mario Arfani jatuh hati pada momen singgah semalam di Tawangmangu yang tertelak di kaki Gunung Lawu. Hampir semua warga lokal menyambut hangat kedatangan pemain dan kru The Last Journey.
“Sempat kulineran satai kambing dan tongseng di sana. Itu enak banget. Inap hanya semalam lalu paginya kami sarapan dan melanjutkan perjalanan. Yang saya rasakan, suasananya sangat guyub, udaranya sejuk,” Mario Arfani mengenang.
Advertisement
6. Damba Ruang Untuk Film Dokumenter
Beragam kendala selama syuting The Last Journey tak membuat Mario Arfani kapok. Ke depan, ia ingin memproduksi film dokumenter dengan tema dan gagasan yang lebih kaya. Di balik penayangan The Last Journey di Kineforum Studio Asrul Sani Jakarta, terselip sebuah harapan.
“Harapan saya? Cuma pengin film dokumenter lebih diminati banyak orang. Saya juga berharap ke depan makin banyak ruang apresiasi yang memadai untuk menonton film dokumenter agar sinema Indonesia makin maju,” Mario Arfani mengakhiri.