Respons Arief Budiman soal Wacana Maju di Pilkada Surabaya

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman menanggapi adanya wacana yang berkembang dirinya dinilai layak maju sebagai cawali di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Surabaya.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jul 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2019, 21:00 WIB
Pakta Integritas Debat Pilpres 2019
Ketua KPU Arief Budiman memberikan keterangan saat acara penandatanganan pakta integritas debat keempat Pilpres 2019 di Jakarta, Rabu (27/3). KPU bersama seluruh panelis dan moderator debat Pilpres 2019 keempat menandatangani pakta integritas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman menanggapi adanya wacana yang berkembang dirinya dinilai layak maju sebagai cawali di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Surabaya yang digelar pada 2020.

"Saya tidak ada biaya untuk maju," kata Arief Budiman kepada Antara di Surabaya, Senin.

Saat ditanya jika nanti ada partai yang siap mengusung dirinya, Arief menegaskan, dirinya masih fokus bekerja sebagai ketua KPU RI. "Saya menuntaskan tugas dulu di KPU RI," ujar dia singkat.

Sosiolog Politik Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Agus Machfud Fauzi sebelumnya menilai sosok Ketua KPU RI Arief Budiman yang merupakan kelahiran Kota Surabaya punya kapasitas dan layak untuk maju di Pilkada Surabaya 2020.

"Mas Arief Budiman layak maju Cawali Surabaya. Apalagi beliau sebagai arek Suroboyo, dibesarkan di Surabaya memahami sosial, budaya dan politik masyarakat Surabaya," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, sebagai putra daerah yang menasional karena menjadi Ketua KPU RI, Arief Budiman dinilai sudah waktunya memberikan yang terbaik kepada tanah kelahirannya.

Menurut dia, secara regulasi Arief Budiman diperbolehkan maju sebagai Cawali Surabaya pada Pilkada Surabaya 2020 selama mengundurkan diri dari jabatannya sebagai komisioner KPU RI.

Hanya saja, lanjut dia, secara etika, Arief Budiman tidak etis, jika maju sebagai cawali karena sudah berkomitmen selama 5 tahun kepemimpinan di KPU RI akan menjalankan tugas-tugas sampai masa jabatannya berakhir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Peluang Milenial Maju di Pilwali Surabaya

20150919-Peringatan Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya
Para partisipan peringatan 70 tahun perobekan bendera Belanda di depan Hotel Yamato yang kini bernama Hotel Majapahit di Jalan Tunjungan Surabaya, Sabtu (19/9/2015). (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sebelumnya, lembaga Surabaya Survey Center (SSC) menilai sejumlah nama bakal Calon Wali Kota Surabaya dari kalangan milenial atau anak-anak muda yang telah dirilisnya beberapa waktu lalu identik dengan perubahan.

"Rilis SSC mendapat respons yang cukup beragam, mulai dari optimisme melihat nama baru dalam peta politik Pilkada Surabaya hingga pesimisme karena tidak percaya kalau kandidat-kandidat muda itu akan mendapatkan rekomendasi partai," kata Peneliti Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam di Surabaya, Jumat, 19 Juli 2019 dilansir Antara.

Kendati calon-calon muda tersebut berat untuk dilirik oleh partai politik di Surabaya, namun menurut Surokim, membaharukan politik itu selalu perlu. Apalagi, lanjut dia, kandidat-kandidat muda itu akhirnya gagal dan batal mencalonkan diri karena tidak dilirik partai.

"Paling tidak kita sudah mengikhtiarkan untuk membaharukan dan memudakan kepemimpinan Kota Surabaya," ujarnya.

Menurut dia, kebutuhan Kota Surabaya masa depan yang mendesak adalah kepemimpinan adaptif progresif. Kecepatan mengikuti perubahan zaman menjadi kunci. Pemimpin yang akseleratif, adaptif, dan inovatif yang akan melahirkan daya saing kompetitif dimasa kini dan mendatang.

Selain itu, kata dia, kaum muda itu lebih dekat dengan perubahan, surplus energi positif, lebih identik dengan harapan dan ekspektasi baru. Berkaca dari sejarah, pemimpin progresif Indonesia berasal dari kaum muda, Soekarno ketika membacakan pledoi Indonesia menggugat yang legendaris itu berusia 29 tahun dan Hatta berusia 30 tahun saat mendampingi Sukarno di era tersebut.

Hamengkubuwono IX dinobatkan jadi raja pada usia 28 tahun dan mampu membuktikan sikap kenegarawannannya dalam krisis. Dr Soetomo berusia 20-an saat mendirikan Boedi Oetomo, demikian juga Sutan Syahrir berusia 21 saat menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia. Semangat 10 November juga digerakkan kaum muda Surabaya.

"Maka sesekali jangan melupakan sejarah," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo ini.

Untuk itu, kata dia, sudah saatnya memberi tantangan partai, apakah mereka (partai) mau mengusung ide perubahan dan harapan atau akan melulu berkutat pada nama-nama lama yang selama ini beredar nihil perubahan.

Menurutnya, semakin banyak tawaran kepada pemilih tentunya akan semakin baik bagi demokratisasi di Kota Surabaya. "Jangan meremehkan generasi muda Surabaya. Mereka kadang bisa jauh membaca kehendak zaman bahkan bisa menghentak melampauinya," kata dia.

Nama-Nama Bakal Cawali dari Milenial

Adapun bakal cawali dari kalangan milenial dirilis SSC di antaranya Eri Cahyadi (Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Beppeko) Surabaya), K.H. Zahrul Azhar As'ad atau Gus Hans (Wakil Ketua DPD Partai Golkar Jatim), M. Sholeh (Advokat), Azrul Ananda (Presiden Klub Persebaya) dan Bayu Airlangga (Ketua Muda Mudi Demokrat Jatim).

Selain itu, ada Dimas Oky Nugroho (pegiat anak muda dan kewirausahawan sosial), Andy Budiman (politikus PSI), Dimas Anugerah (politikus PSI), Kuncarsono Prasetyo (mantan wartawan dan kolektor benda-benda kuno), Abraham Sridjaja (Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar), Dedy Rachman (akademisi), Sukma Sahadewa (dokter sekaligus politikus Perindo) dan Didik Prasetiyono (Direktur Surabaya Consulting Group/SCG).

Sedangkan cawali Surabaya milenial dari perempuan ada Agnes Santoso (Presenter), Siti Nasyiah (aktivis dan penulis buku), Asrilia Kurniati (mantan Ketua Umum Gabungan Organisasi Wanita Surabaya), Dwi Astuti (pengurus Muslimat Jatim).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya