Cucu Soekarno hingga Bupati Trenggalek Berpeluang Gantikan Risma

Pengamat menganalisis mengenai sejumlah tokoh yang berpeluang menggantikan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) di Pemilihan Wali Kota Surabaya pada 2020.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 23 Jul 2019, 19:30 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2019, 19:30 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Direktur Surabaya Consulting Group (SCG), Didik Prasetiyono (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Direktur Surabaya Consulting Group (SCG), Didik Prasetiyono menganalisis dan memprediksi mengenai sejumlah tokoh yang berpeluang menggantikan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) di Pemilihan Wali Kota Surabaya pada 2020.

Menurut Didik, jawaban dari pertanyaan tersebut bisa diketahui dari aspirasi yang dibawa dua kunci penting PDIP di Surabaya, yaitu Tri Rismaharini dan Bambang DH. Risma dikenal dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Pilihan Risma akan menjadi pertimbangan penting bagi pengambilan keputusan DPP PDIP.

"Siapa yang mendapat approval dari Risma bisa mendapat perhatian DPP PDIP. Demikian pula sebaliknya," tutur dia, Selasa (23/7/2019).

Adapun Bambang DH, sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu dan walikota Surabaya 2 periode, punya posisi strategis dalam pengambilan keputusan DPP PDIP. Pertimbangan-pertimbangannya juga akan menjadi rujukan bagi Megawati dalam memilih kandidat di Pilwali.

Didik menganalisis, sejauh ini ada enam nama kandidat yang berpeluang diusung DPP PDIP. Pertama, Whisnu Sakti. "Whisnu adalah kandidat internal yang saat ini berada paling atas, baik secara popularitas maupun elektabilitas," ujarnya.

Kedua, Puti Guntur Sukarno. Cucu Bung Karno ini terpilih dengan 139.794 suara di Dapil DPR RI Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) yang merupakan modal cukup kuat sebagai kandidat. ”Bila meneruskan tradisi walikota Perempuan, Mbak Puti merupakan kandidat yang bisa menjadi kejutan,” kata Didik.

Ketiga, Armudji. Ketua DPRD Kota Surabaya ini terpilih dengan 136.308 suara di DPRD Jatim Dapil Jatim I (Surabaya). Perolehan itu tertinggi di Dapil Jatim I. "Pengalaman dan kemampuan elektoral menjadi daya tawar Armudji," kata Didik.

Keempat, Mochamad Nur Arifin. Kandidat ini akan muncul jika DPP PDIP mempertimbangkan usia sebagai faktor dalam merebut elektoral. "Bupati Trenggalek ini dikenal dekat dengan elit DPP, berpeluang menjadi kandidat alternatif bila terjadi kebuntuan pada nama-nama yang beredar," ujar dia.

Kelima dan keenam masing-masing Hendro Gunawan serta Eri Cahyadi. Keduanya birokrat yang cukup menonjol di Pemkot Surabaya.

"Bila DPP PDIP mempertimbangkan rekam jejak Risma yang sebelumnya juga birokrat, Hendro dan Eri akan menjadi alternatif," kata Didik.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Langkah Kejut PDIP

Sebelumnya, DPP PDI Perjuangan (PDIP) dinilai mampu memainkan langkah kejut yang efektif dalam menyambut pemilihan walikota (Pilwali) Surabaya yang bakal digelar 2020.

"Layaknya permainan catur, langkah yang dilakukan DPP PDIP penuh kejutan dan belum terbaca terang strategi apa yang sebenarnya ingin dimainkan dalam menyongsong Pilwali 2020. Langkah kejut telah dimulai dengan pergantian kepengurusan DPC PDIP Surabaya," ujar Direktur Surabaya Consulting Group (SCG), Didik Prasetiyono.

Mantan komisioner KPU Jatim itu mengatakan, bagaikan pembukaan ”Gajah Raja” di permainan catur di mana ”Gajah Putih” dimainkan agar secara cepat bisa menekan sayap kubu lawan, DPP PDIP mengganti jajaran kepengurusan DPC PDIP Surabaya.

Menurut Didik, langkah kejut itu bisa dimaknai dengan dua kemungkinan. Pertama, mengacaukan fokus lawan. Lawan politik PDIP digiring kepada pemikiran bahwa DPP PDIP punya ”kehendak lain” dalam Pilwali dengan tidak lagi meletakkan Whisnu Sakti Buana sebagai Ketua DPC lagi.

"Fokus pemetaan lawan politik akan pecah kepada pertanyaan-pertanyaan, ’Kalau bukan Mas Whisnu, lalu siapa?’ Di sini terlihat permainan politik DPP PDIP canggih dan tidak bisa ditebak," papar Didik.

Kedua, justru memberi ruang Whisnu lebih luas. Perubahan komposisi DPC PDIP Surabaya akan membuat Whisnu langsung bergegas fokus sebagai petahana untuk meningkatkan elektabilitas.

"Mas Whisnu memiliki waktu yang lebih luas untuk berperan sebagai Wakil Walikota dan intens bertemu rakyat. Sementara partai ditangani oleh Adi Sutarwijono yang juga dikenal piawai melakukan politik publik," ujar dia.

Di Surabaya, lanjut Didik, PDIP memiliki tradisi menang yang panjang dalam pertarungan Walikota. Torehan perubahan kota sejak periode Bambang DH dan Tri Rismaharini membikin Surabaya lekat dipersepsikan sebagai ”kandang banteng”.

"Paduan tradisi menang dan langkah kejut DPP PDIP semakin memusingkan lawan-lawan politik yang dari pemilu ke pemilu ingin mendongkel dominasi PDIP di Surabaya," ujarnya.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya