Liputan6.com, Surabaya - Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Yanius Kogowa memiliki harapan dan pesan terkait gejolak yang terjadi di Manokwari, Papua Barat dan Jayapura, Papua. Gejolak tersebut dampak kesalahpahaman dan hoaks yang terjadi di Surabaya dan Malang, Jawa Timur (Jatim).
Mahasiswa semester lima Universitas Negeri Surabaya menyampaikan, kejadian ini tidak harus dalam kondisi panas tapi bisa meredamkan. Dengan acara silahturahmi forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) yang digelar oleh Kapolda Jatim dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, ia menuturkan, hal itu untuk meredamkan situasi saja.
"Tapi berdasarkan situasi yang terjadi, dengan adanya oknum yang tidak bertanggung jawab, ini sebetulnya kami tidak terima, namun saat ini butuh kondusifitas di lingkungan Surabaya," ujar dia, Selasa malam, 20 Agustus 2019.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi kami dari perwakilan mahasiswa menyatakan kita harus menjaga NKRI dengan baik agar tidak terpecah belah," ia menambahkan.
Dia berharap, hal-hal yang terjadi kemarin tidak kembali terulang seperti ada oknum yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, mahasiswa Universitas Negeri Surabaya ini menambahkan, perlu dilakukan dialog dan pendekatan persuasif ke depan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Harus Ada Pendekatan yang Baik
Dia mengatakan, insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada akhir pekan lalu karena ada dugaan, kemudian oknum dan sebagainya.
"Saya melihat hal itu tidak manusiawi. Tapi sekali lagi, kita buang hal itu namun ke depannya jangan terjadi semacam itu. Jadi harus ada pendekatan dengan baik, dan untuk alasan-alasan dugaan dan asumsi itu tidak benar," kata dia.
Dia juga berpesan kepada teman - temannya yang berada di Manokwari dan Jayapura, boleh mengeluarkan aspirasi yang selama ini dipendam sehingga dapat dilupakan.
"Tapi alangkah baiknya hal itu bisa dikeluarkan dan tidak selamanya disimpan dalam hati dan bisa dilupakan," ucapnya.
Namun, dia menegaskan, rasa melupakan itu bisa dilakukan kalau beberapa tuntutan dari masyarakat Papua seperti meminta permintaan maaf dari pemimpin daerah di Jawa Timur, seperti wali kota dan lainnya untuk minta maaf.
"Dan itu permintaan mereka, kalau ada permintaan maaf maka masyarakat Papua akan melupakan itu," ujar dia.
Ia juga mengharapkan stigma yang beredar di masyarakat mengenai sesuatu hal yang tidak mengenakkan juga harus dihilangkan sehingga tidak ada lagi ke depan.
Saat disinggung menganai proses hukum terhadap oknum yang tidak bertanggungjawab, dia menjawab dalam tindakan itu ada hukuman dan penghargaan, jadi yang melakukan kesalahan harus diberi hukuman dan tidak boleh dibiarkan.
"Permohonan maaf itu bisa dilakukan oleh semua orang, tapi tidak hanya seperti itu. Harus ada tindakan hukuman ke arah negatif. Sanksi atau semacamnya yang kami harapkan," ujar dia.
Advertisement
Bertemu Stafsus Presiden, Risma Cerita Mahasiswa hingga PNS Asal Papua
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) menerima kunjungan Ketua Masyarakat Adat Tanah Papua sekaligus Staf Khusus (Stafsus) Presiden untuk wilayah Papua, Lenis Kogoya. Pertemuan itu berlangsung di rumah dinas wali kota, Jalan Sedap Malam Surabaya sekitar pukul 19.45 WIB, Selasa, 21 Agustus 2019.
Pertemuan berlangsung sekitar dua jam itu, juga dihadiri perwakilan mahasiswa Papua serta Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS).
Dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh canda itu, Risma banyak bercerita tentang adik-adik mahasiswa Papua yang menempuh pendidikan di Surabaya.
Selama ini, para mahasiswa Papua di Surabaya sering dilibatkan dalam berbagai kegiatan event besar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Seperti acara Surabaya Cross Culture hingga perayaan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS).
"Adik-adik ini (mahasiswa Papua) sering mereka ikut kegiatan tari-tarian di Balai Kota, sering datang juga kalau kita ada acara. Kalau kita ada kunjungan tamu dari Papua, mereka (adik-adik) juga ikut datang,” kata dia.
Dia menuturkan, selama ini hubungan masyarakat Surabaya dengan warga asli Papua berjalan baik, bahkan seperti saudara. Terlebih, Risma sudah menganggap adik-adik dari Papua yang tinggal di Surabaya seperti anaknya sendiri.
Selama menempuh pendidikan di Surabaya, para mahasiswa Papua juga diberikan fasilitas dalam upaya mengembangkan bakat dan minat. Seperti pelatihan komputer dan bahasa Inggris.
"Mereka jauh dari orang tua, karena itu saya selalu sampaikan ke anak-anak itu agar menjadi orang yang sukses. Orang tuamu di sana pingin anaknya jadi. Mesti kalau ketemu anak-anak saya selalu sampaikan itu," tutur dia.
Di sisi lain, Pemkot Surabaya juga sering menerima kunjungan mama-mama Papua. Mereka berkunjung ke Surabaya untuk belajar seputar pemberdayaan ekonomi dan program-program wirausaha.
"Mereka mama-mama Papua itu datang dari berbagai wilayah untuk belajar di Surabaya, mulai dari tanam sayur, bikin baju, sampai bikin bakso ikan," kata dia.
Tidak hanya itu, Wali Kota Risma mengaku, warga Papua yang tinggal dan menetap di Surabaya juga biasa berbaur dengan masyarakat sekitar dan juga terlibat dalam kegiatan di kampung.
Selain itu, banyak juga warga asli Papua yang sukses di Surabaya dan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Surabaya.
"Ada Kabag Humas itu asli dari Papua, dua Camat di Surabaya juga asli Papua, terus ada Kepala Bidang Satpol PP juga dari Papua. Masyarakat di Surabaya ini multi etnis, ada dari Ambon, Aceh, Pontianak, Padang, NTB, kita tidak pernah membeda-bedakan semua ada di Surabaya,” ujar dia