Kandungan Minyak pada Semburan Lumpur Kutisari Surabaya Menurun

Bau gas methama juga mulai berkurang tidak seperti pada saat semburan lumpur pertama kali pada Senin, 23 September 2019 di Perumahan Kutisari Surabaya, Jawa Timur.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Sep 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2019, 11:00 WIB
Asal-usul Nama Jalan Gunungsari Surabaya yang Bakal Diganti Nama Siliwangi
Patung Suro lan Boyo ikon Kota Surabaya karya Sigit Margono. (Dipta Wahyu/Jawa Pos)

Liputan6.com, Jakarta - Semburan lumpuh yang mengandung minyak dan gas di pekarangan rumah Liswati, warga Perumahan Kutisari Indah Utara III/19, Kecamatan Tenggilis Mejoyo,  Surabaya, Jawa Timur, pada Senin 23 September 2019 dan Kamis, 26 September 2019  mulai menurun kadar minyaknya.

"Sudah cair banget yang keluar. Kalau kemarin-kemarin kental. Mayoritas air, tapi sepertinya masih ada kandungan minyak mentahnya," kata salah seorang warga setempat yang juga Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Surabaya, William Wirakusuma di Surabaya, Jumat 27 September 2019.

Selain itu, lanjut dia, bau gas methana juga mulai berkurang tidak seperti pada saat semburan lumpur pertama kali keluar pada Senin, 23 September 2019. Hingga saat ini masih ada dua titik semburan minyak bercampur air yang debitnya mulai berkurang, dilansir dari Antara.

Menurut dia, lumpur bercampur air dan minyak tersebut ditampung dalam sebuah drum. Hingga saat ini sudah terkumpul sekitar tujuh drum.

Wakil Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana mengatakan,Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan memantau perkembangan semburan lumpur tersebut selama sepekan.

"Debitnya mulai berkurang terus. Dalam satu minggu ini kalau bisa tutup ya ditutup," ujar dia.

Soal drum berisi lumpur bercampur minyak dan air, Whisnu mengatakan pihaknya menyerahkan ke pihak terkait dalam hal ini Pertamina. "Kalau itu dibuang nanti jadi polusi. Soalnya itu minyak mentah," katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Keterangan Ahli

Sejauh ini, lanjut dia, pihaknya menduga memang Surabaya khususnya di kawasan Kutisar dahulunya merupakan bekas tambang minyak, sehingga bisa jadi adanya semburan lumpur tersebut muncul karena itu.

"Tapi sekarang tidak ada tambang minyak lagi di Surabaya. Itu muncul mungkin karena kondidsi panas, kemarau dan sebagainya," katanya.

Saat ditanya apakah dalam sepekan perlu relokasi warga, Whisnu mengatakan tidak perlu warga direlokasi. "Tidak sampai relokasi, itu jelas jelas minyak," ujar dia.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Eko Agus Supiadi sebelumnya mengatakan petugas DLH telah mengecek semburan lumpur di Perumahan Kutisari Indah Utara III Nomor 19 itu, yang kemudian dinilai bisa masuk dalam kategori berbahaya karena kualitas udara di sekitar lokasi kejadian ada peningkatan, atau tepatnya ada peningkatan suhu udara.

"SO2 (Sulfur Dioksida)-nya di atas rata-rata, melebihi batas mutu," ujarnya.

Eko pun menyebut, batas normal SO2 adalah 900 mikrogram per meter kubik. Sementara, dari pengukuran yang dilakukan di lokasi semburan dengan alat gas monitoring kit, kadar SO2-nya mencapai 1.396,36. Hasil pengecekan sementara juga mengandung belerang.

Selain SO2, DLH juga mengukur Nitrogen Oksida (NO), ozon permukaan (O3), dan Karbon Monoksida (CO). Hasilnya, NO hasilnya 0,0 mikrogram per meter kubik, O3 hasilnya 67,86, serta CO-nya 2.165,1. Sementara temperatur tercatat 27,9 derajat.

Mengenai tindakan selanjutnya, Eko mengatakan DLH Surabaya akan terus berkomunikasi dengan tim dari Energi Sumber Daya Manusia (ESDM) Provinsi Jatim.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya