Ilmuwan Nusantara Sepakat Pakai Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ilmiah Internasional

Ilmuwan Nusantara yang menjadi peserta Musyawarah Internasional dan Seminar Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) IV bersepakat dan berjanji untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah internasional.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 07 Nov 2019, 09:16 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2019, 09:16 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan forum dewan guru besar Indonesia menggelar musyawarah dan seminar Internasional FDGBI IV. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Ilmuwan Nusantara yang menjadi peserta Musyawarah Internasional dan Seminar Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) IV bersepakat dan berjanji untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah internasional.

Deklarasi tersebut mempertimbangkan paparan dan diskusi pleno antara lain Bahasa Indonesia telah memenuhi persyaratan sebagai bahasa internasional karena sampai saat ini sudah diajarkan di 45 negara.  Demikian mengutip keterangan tertulis, Kamis (7/11/2019).

Selain itu, memiliki kosa kata lebih dari 100.000 dan istilah keilmuan di pelbagai disiplin ilmy yang mencukupi, jumlah penutur di Indonesia lebih dari 267.000.000 orang dan Bahasa Indonesia dipahami dengan baik oleh jutaan orang di berbagai negara, terutama negara-negara ASEAN.

Bahasa Indonesia diproyeksikan menjadi bahasa pengantar dalam kegiatan perekonomian penting sehingga dipelajari oleh berbagai negara.

Adapun seminar tersebut dihadiri oleh 154 orang dari 31 delegasi Dewan Guru Besar dan para pakar/praktisi internasional penggunaan bahasa Indonesia di luar negeri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Ratusan Guru Besar Dukung Bahasa Indonesia-Melayu Jadi Bahasa Ilmiah Internasional

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan forum dewan guru besar Indonesia menggelar musyawarah dan seminar Internasional FDGBI IV. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sebelumnya, Rektor Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Prof Nur Hasan menyatakan, dukungan untuk membuat Bahasa Indonesia jadi go international dalam bahasa ilmiah. Ia menyampaikan hal itu saat kegiatan musyawarah dan seminar internasional FDGBI IV.

Nur menuturkan, salah satu bentuk dukungan itu terlihat saat pihaknya berkunjung ke Republik Ceko. Di sana, pihaknya menyiapkan tenaga pengajar untuk pembelajaran Bahasa Indonesia kepada mahasiswa.

"Jadi kami ingin percepatan tidak hanya dilakukan di Asia tapi juga Eropa," ujar dia, Rabu, 6 November 2019.

Lebih lanjut, diharapkan momentum ini bisa memberikan masukan kepada kabinet baru agar Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu bisa digunakan dalam bahasa ilmiah. "Ini momentum menjaga marwah bahasa untuk go international,” tutur dia.

Sementara itu, Pembina Pertimbangan DGBI dan Ketua Dewan Gubes UGM, Prof Koentjoro menuturkan, ada pertemuan itu guna menindaklanjuti pertemuannya dengan Majlis Professor Negara (MPN) Malaysia Prof Kamarudin Said yang menyinggung soal rencana mengembangkan bahasa melayu dan bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmiah.

"Banyak urgensi yang kita hadapi. Urgensi pertama sekarang kita menyadari Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Ini diperlukan bahasa pemersatu untuk berdialog. Kita di antara para ilmuan sudah selaiknya untuk mengadakan dialog agar dunia semakin maju dalam pertukaran ilmu," kata dia.

Persoalan kedua, kata dia, juga terkait dengan hak asasi manusia (HAM). Koentjoro menyebut, untuk menjadi guru besar orang memerlukan penelitian yang terindeks Bahasa Inggris.

Dia mengatakan, kepakaran dan keprofesoran seseorang tidak bisa ternilai hanya dari indeks berbahasa Inggris.

"Apakah karena hanya soal bahasa, kepakaran dan keprofesoran seseorang diakui? Padahal keilmuannya ampuh tidak di Bahasa Inggris. Lain sisi universitas kita ini bervariasi dan Bahasa Inggris bukan bahasa ibu. Oleh karena itu ini harus kita dorong," ujarnya.

 

Peminat Penutur Indonesia Makin Banyak

Apalagi, lanjut dia, peminat penutur bahasa Indonesia di berbagai negara semakin banyak. Dia mencontohkan di Korea, tepatnya di Hankuk University, diajarkan 41 penutur dari berbagai negara. Peminat paling adalah penutur bahasa Indonesia.

"Di berbagai negara di Eropa  baru mulai. Neghara bagian Australia di Victoria justru menjadikan bahasa Indonesia menjadi second language," ucapnya.

Tidak hanya digunakan dari sisi keilmuan saja, Ketua Dewan Guru Besar UGM ini juga menuturkan jika bahasa juga digunakan untuk bisnis dan intelegence.

"Jadi setelah ada forum diskusi ini tahapan selanjutnya kana dibentuk cluster-cluster di setiap daerah. Dipilih ketua yang merupakan pakar bahasa Melayu atau Indonesia. Kemudian mereka akan berhimpun melalui jejaring media sosial," kata dia.

Diharapkan, pada Februari-Maret mendatang, Korea Selatan, Thailand dan berbagai negara di luar Asia semakin banyak bergabung.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya