Doktor ITS Pakai Lumpur untuk Pengolahan Air Limbah

Doktor Teknik Lingkungan ITS mengembangkan modifikasi pengolahan air limbah dengan menambahkan lumpur.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 23 Des 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 23 Des 2019, 21:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
ITS Surabaya (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Persoalan air limbah di Surabaya, Jawa Timur masih memerlukan penyelesaian yang efektif. Situasi itulah yang memotivasi I Made Wahyu Wijaya, doktor dari Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk mengembangkan modifikasi pengolahan air limbah dengan menambahkan lumpur sebagai inovasi terbaru.

Pria yang kerap disapa Wahyu ini mengungkapkan, riset yang dilakukannya tersebut dilatarbelakangi oleh eutrofikasi (masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat, khususnya dalam ekosistem air tawar) pada badan air yang diakibatkan tingginya konsentrasi amonia. 

"Air limbah yang tidak diolah mengandung zat pencemar yang menyebabkan penurunan kualitas di badan air, salah satunya amonium,” terang Wahyu, Senin (23/12/2019). 

Penelitian yang dibimbing oleh Eddy Setiadi Soedjono PhD dan Dr Agus Slamet ini menggunakan sampel lumpur dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Surabaya. Selain itu, melalui program Erasmus Mundus, penelitian ini juga dilakukan di Portugal. Yaitu di muara Gramido, bioreaktor, dan digester IPAL Kota Vila de Gaia sebagai lokasi pengambilan sampel.

Menggunakan metode anaerobic ammonium oxidation (Anammox), penelitian ini mengkaji proses penyisihan senyawa nitrogen pada Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Upflow Reactor (AUR). Yang mana, unit pengolahan air limbah yang umum digunakan di Indonesia adalah ABR. 

"Kelemahan dari ABR ini adalah rendahnya efisiensi penyisihan senyawa nitrogen yang merupakan penyusun dari ammonium,” ungkap pria kelahiran 1991 ini.

Dalam melangsungkan penelitiannya, Wahyu memodifikasi reaktor ABR dengan memanfaatkan AUR yang merupakan bentuk tunggal dari ABR. Selain itu, dilakukan penambahan lumpur dari tangki aerasi IPAL Kota Ponte de Lima. 

Modifikasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja reaktor dalam penyisihan nitrogen. "Penambahan lumpur ini merupakan inovasi baru dan belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya,” tutur Wahyu.

Secara umum, papar Wahyu lagi, percobaan yang telah dilakukan pada penelitian ini meliputi uji kualitas air limbah domestik di Surabaya, inkubasi bakteri, percobaan dengan ABR dan AUR skala laboratorium, serta identifikasi bakteri. Konsentrasi pada setiap percobaan dianalisis untuk memperoleh laju penyisihan amonium dan nitrit, serta pembentukan nitrat.

Penginkubasian bakteri dilakukan dengan menggunakan botol kaca yang dilengkapi tutup dan beberapa lubang saluran. Reaktor inkubasi diletakkan di atas magnetic stirrer dan dimasukkan ke dalam balon plastik yang tertutup rapat. 

"Kondisi di dalam balon plastik diusahakan tetap anaerobik dengan menginjeksikan gas nitrogen setiap hari sehingga balon plastik tetap kencang,” tutur pria asal Bali ini.

Wahyu menyebut, penelitian ini memanfaatkan lumpur dari tangki aerasi IPAL Kota Ponte de Lima sebagai inokulum (mikroorganisme yang akan dipakai dalam tahap kultur jaringan).

Dalam percobaannya, Wahyu membagi reaktor ABR menjadi lima kompartemen. Pada kompartemen pertama ditambahkan inokulum lumpur. Kemudian air limbah dialirkan secara vertikal dari atas hingga keluar melalui saluran outlet.

Sedangkan percobaan dengan AUR menggunakan reaktor berupa tabung dengan debit air konstan. Sebanyak enam buah bioball apung berdiameter lima sentimeter dimasukkan sebagai media tumbuh bakteri. Pada AUR juga ditambahkan inokulum lumpur dari tangki aerasi IPAL Kota Ponte de Lima.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Selanjutnya

(Foto: Dok ITS)
Kampus ITS (Foto: Dok ITS)

Dari penelitiannya, Wahyu mendapati kandungan air limbah domestik di Surabaya masih melebihi baku mutu. Sementara itu, penambahan inokulum lumpur menunjukkan penurunan konsentrasi nitrit dan nitrat yang signifikan. Penyisihan amonium pada masing-masing reaktor lebih dari 40 persen.

"Kami juga menemukan adanya bakteri Anammox Candidatus Brocadia pada AUR dan uncultured anaerobic ammonium-oxidizing bacterium pada ABR,” imbuhnya. 

Penemuan bakteri anammox ini menunjukkan proses anammox pada kedua reaktor dalam menyisihkan senyawa nitrogen telah terjadi. Dari penelitian tersebut Wahyu menyimpulkan, secara umum proses anammox terjadi pada kedua reaktor ABR dan AUR.

Akan tetapi, ABR memberikan hasil penyisihan amonium yang lebih tinggi ketimbang AUR. Keberadaan spesies bakteri anammox pun menunjukkan potensi terjadinya anammox.

Wahyu menyatakan, proses anammox yang ia terapkan dalam penelitiannya ini dapat diaplikasikan melalui modifikasi pada unit ABR yang telah banyak dibangun di lingkungan masyarakat. Salah satunya dengan penambahan biomassa berupa lumpur dari IPAL atau sedimen dari muara sungai yang dipusatkan pada kompartemen pertama.

Putra dari pasangan I Made Pariasa dan Ni Made Sudarmi ini berharap hasil penelitiannya yaitu AUR dapat menjadi alternatif unit pengolahan air limbah domestik di daerah yang memiliki keterbatasan lahan. Ia pun menyebut bahwa alternatif penggunaan AUR perlu dikaji lebih lanjut agar dapat diaplikasikan.

"Keberagaman bakteri anammox khususnya di daerah tropis, seperti Indonesia perlu dieksplorasi lebih dalam, sehingga dapat mendukung penelitian proses anammox dalam pengolahan air limbah domestik,” ujar dia.

Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam disertasi Wahyu untuk meraih gelar doktor dan telah dipresentasikannya dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor di Ruang Sidang Teknik Lingkungan ITS, beberapa waktu lalu.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya