Tips Mengatasi Anak Tantrum ala Dosen Unair Surabaya

Dosen sekaligus Dekan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Nurul Hartini mengemukakan alasan penting orangtua harus menumbuhkan dan melatih kecerdasan emosional anak sejak dini.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 13 Feb 2020, 22:00 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2020, 22:00 WIB
Kampus Unair
Kantor Pusat Manajemen Universitas Airlangga di Kampus C Unair, Jalan Ir Soekarno, Mulyorejo, Surabaya, Jatim. (www.unair.ac.id)

Liputan6.com, Surabaya Dosen sekaligus Dekan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Nurul Hartini mengemukakan alasan penting orangtua harus menumbuhkan dan melatih kecerdasan emosional anak sejak dini. 

Mengutip pernyataan Joseph LeDoux seorang neuroscientist dari New York University, di batang otak manusia bertumpu sekelompok sel yang berfungsi memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi. Organ otak ini bersifat plastis dan mudah dibentuk sesuai dengan rangsang-rangsang yang diperoleh dari lingkungan.

“Oleh karena itu, semakin dini anak memperoleh proses belajar untuk melatih emosinya, maka anak akan semakin menerima rangsang-rangsang pada pembentukan amigdalanya,” ujar Nurul di Surabaya, Kamis (13/2/2020). 

Menurut dosen Unair ini, manajemen emosi bisa dilatih sejak awal kehidupan anak berusia nol tahun. Secara alamiah anak akan memunculkan emosi positif seperti rasa senang dan emosi negatif seperti marah yang biasanya ditunjukkan dengan perilaku menangis.

Ia mengungkapkan peran ibu menjadi sangat penting bagi anak untuk belajar manajemen emosi di hari-hari pertamanya. Pembelajaran emosi pada anak efektif dilakukan melalui penguatan positif yang disesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak.

Penguatan positif oleh orang tua dan lingkungan pada pembelajaran emosi anak dapat dilakukan melalui sejumlah cara. Pertama, mengajarkan anak mengenali emosi yang dirasakan dan secara bertahap diajak memberikan nama atas emosi yang sedang terjadi. Kedua, mengajarkan anak untuk berempati dan mengenali emosi orang lain. Ketiga, mendengarkan anak dan mengajarkan cara mengekspresikan emosi dalam bentuk perkataan maupun sikap yang bisa diterima orang lain.

“Anak dengan manajemen emosi yang negatif akan sulit mengelola emosi atau perasaannya ketika berhadapan dengan situasi atau keadaan yang tidak diinginkan atau diharapkan. Realitasnya, setiap individu harus siap dengan perubahan dan keadaan yang tidak sesuai rencana dan/atau harapan,” ucap dosen psikologi dan konseling keluarga tersebut.

Sementara, manajemen emosi yang negatif dapat memunculkan perilaku yang juga negatif. Hal tersebut akan berdampak pada relasi interpersonal, bahkan terhadap masalah kesehatan.

Nurul pun berbagi tips untuk mengatasi perubahan emosi pada anak. Saat anak tantrum, semisal marah, menangis, menjerit, memukul, melempar, berguling-guling atau tidak mau beranjak dari tempatnya, maka orangtua harus tenang dan menemukan penyebabnya.

“Setelah mengidentifikasi sebab tantrum anak, maka orangtua harus berempati dan  berusaha mengomunikasikan dengan tenang pula kepada anak tentang sikap dan perilaku yang benar dan baik dalam mengekspresikan emosi yang dirasakan,” tutur dosen Unair ini.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya