Pengamat: Polemik Penyekatan Suramadu Bukti Komunikasi Pemprov Jatim dan Daerah Tidak Jalan

Menurutnya, apa yang terjadi di Suramadu menunjukkan tidak jalannya komunikasi dan sinergi antara Pemprov Jatim dengan kabupaten dan kota untuk mengendalikan pandemi.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 24 Jun 2021, 08:27 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2021, 08:27 WIB
demo menolak penyekatan Suramadu di Balai Kota Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
demo menolak penyekatan Suramadu di Balai Kota Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Pengamat kebijakan publik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya Andri Arianto menyoroti kebijakan pemerintah penyekatan di Jembatan Suramadu yang menuai polemik.

Menurutnya, apa yang terjadi di Suramadu menunjukkan  tidak jalannya komunikasi dan sinergi antara Pemprov Jatim dengan kabupaten dan kota untuk mengendalikan pandemi.

"Masuknya varian baru dalam Covid-19 dan melonjaknya kembali kasus pandemi yang lebih ganas dalam penularan, menunjukan kebijakan publik Pemprov Jatim tidak sinergi dengan pemerintah pusat dan pemerintah kota/kabupaten. Contoh yang nyata adalah kasus di Suramadu,” ujarnya, Rabu (23/6/2021).

Andri mengatakan, dalam kasus titik penyekatan seperti yang terjadi di Jembatan Suramadu sisi Surabaya, malah memunculkan gaduh, pro dan kontra akibat syarat tes swab antigen. Seharusnya hal itu tidak perlu terjadi jika pemerintah melakukan komunikasi yang baik.

Pemprov Jatim, kata Andri, seharusnya bisa komunikasi antara Pemkot Surabaya, Pemkab Bangkalan dan masyarakat Madura. Tidak bisa Pemprov Jatim berjalan sendiri hanya dengan membuat Rumah Sakit Lapangan di Bangkalan.

"Pemprov harus intens komunikasi dengan Pemkab Bangkalan, dengan menggandeng tokoh agama, tokoh masyarakat untuk mensosialisasikan bahayanya Covid-19 varian baru ini," ucapnya.

Selama ini, lanjut Andri, kesannya adalah masyarakat hanya menjadi obyek atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Seharusnya masyarakat juga dilibatkan dalam kebijakan pemerintah, agar tidak ada salah paham.

“Wajar jika Pemkot Surabaya langsung bergerak cepat dalam merespons munculnya varian alpa, beta, dan delta yang salah satunya ada di Bangkalan, dengan membuat penyekatan kendaraan yang akan masuk Kota Surabaya. Hal itu memang seharusnya dilakukan Pemkot Surabaya karena sebagai tetangga langsung dengan Bangkalan,” ujarnya.

Fakta di lapangan, lanjutnya, pos penyekatan tersebut justru menjadi sasaran pengerusakan, hingga beberapa warga dari Madura menggelar demonstrasi di Kantor Pemkot Surabaya, karena dianggap titik penyekatan tersebut adalah kebijakan Pemkot Surabaya, meski sebenarnya penyekatan itu juga atas arahan dari Gubernur Jatim.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Dibutuhkan Kerja Sama

“Ini membuktikan, bahwa selama ini tidak pernah ada semacam forum yang berkelanjutan untuk bersama daerah yang seharusnya dilakukan oleh Pemprov Jatim untuk kebijakan publik lintas daerah,” ungkap Andri.

Pemerintah pusat melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, kata Andri, telah menetapkan target pada 17 Agustus 2021, Indonesia dapat mengedalikan pandemi Covid-19. Diharapkan pengendalian Covid-19 dapat dicapai dengan kebijakan pemerintah yang tepat dan kepatuhan masyarakat.

Menurut dia, kerjasama antar pemerintah daerah sangat diperlukan dalam menangani pandemi dan partisipasi masyarakat untuk mematuhi Protokol Kesehatan serta mentaati aturan-aturan PPKM skala mikro.

“Semoga menjadi perhatian kita semua sebagai warga masyarakat dan kepala daerah, khususnya bagi Gubernur Jatim untuk tidak lemah dalam berkoordinasi dan berkomunikasi sehingga tidak menjadikan masalah ini semakin besar,” tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya