Baru 6,3 Persen Wali Murid SMP di Kota Surabaya Setuju PTM, Apa Alasannya?

Berdasarkan data yang dimiliki Dispendik Surabaya, untuk jenjang SMP hingga saat ini baru sekitar 6,4 persen wali murid yang menyetujui anaknya mengikuti PTM terbatas.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Sep 2021, 13:02 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2021, 13:02 WIB
Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di Jakarta
Siswa mengikuti uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) perdana di SD Negeri 14 Pondok Labu, Jakarta, Senin (30/8/2021).Pemprov DKI melalui Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta memberlakukan sekolah tatap muka terbatas tahap 1 sebanyak 610 sekolah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Surabaya Jumlah wali murid sekolah dasar (SD) maupun sekolah menengah pelajar (SMP) di Kota Surabaya masih sedikit yang mengizinkan anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka atau PTM.

Kepala Dispendik Surabaya Supomo mengatakan, PTM terbatas tetap mengutamakan persetujuan dari wali murid dalam bentuk Surat Persetujuan Wali Murid. Dalam surat tersebut, murid harus diizinkan oleh orang tua atau walinya untuk mengikuti PTM terbatas.

"Yang tidak kalah penting adalah kami meminta kesediaan kepada wali murid dalam bentuk surat pernyataan kalau anaknya diperkenankan untuk mengikuti PTM," kata Supomo di Surabaya, Selasa, 31 Agustus 2021, dilansir dari Antara.

Berdasarkan data yang dimiliki Dispendik Surabaya, lanjut dia, untuk jenjang SMP hingga saat ini baru sekitar 6,4 persen wali murid yang menyetujui atau mengizinkan anaknya mengikuti PTM terbatas dari total sekitar 115.000 siswa SMP di Kota Surabaya.

"Untuk yang siswa SD sudah lebih banyak wali murid yang menyetujui. Persentasenya sebesar 9,2 persen," katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa persentase wali murid tertinggi yang mengizinkan anaknya untuk mengikuti PTM datang dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), yaitu 50,2 persen. Lalu, hanya sekitar 0,5 persen wali murid dari Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang mengizinkan putra-putrinya untuk mengikuti PTM terbatas.

"PKBM itu seperti kejar paket A, B, dan C itu persentasenya sebesar 50,2 persen. Sementara dari LKP hanya 0,5 persen saja," ujarnya. Ia juga mengaku tidak khawatir dengan masih sedikitnya wali murid yang mengizinkan putra-putrinya untuk mengikuti PTM terbatas.

Menurutnya, hal ini terjadi dikarenakan saat ini banyak wali murid yang masih memantau situasi terkini pandemi COVID-19 dan ingin melihat terlebih dahulu bagaimana jalannya PTM terbatas.

"Saya kira nanti ketika anak-anak yang lain sudah belajar dan mereka merasa nyaman dan aman, saya kira nanti mereka akan menyusul atau menyetujui anaknya megikuti PTM," katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. 

 

Satgas di Sekolah

Simulasi Pembelajaran Tatap Muka di Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Simulasi Pembelajaran Tatap Muka di Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Ia menambahkan, PTM terbatas akan dilakukan secara bertahap mulai Senin (6/9). Kapasitas maksimal ruang kelas pun hanya 25 persen. Hal ini sesuai dengan arahan dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.

"Tadi Pak Wali Kota sampaikan masing-masing ruangan kapasitasnya 25 persen dulu sembari melihat perkembangan pandemi COVID-19," katanya. Meski begitu, asesmen terhadap sekolah dalam memastikan kesiapan PTM masih terus dilakukan oleh pemkot. Bahkan, ia juga membentuk banyak tim agar proses asesmen dapat terselesaikan dengan cepat.

"Jumlah sekolah dari jenjang SD-SMP kan banyak. Sehingga kita berharap proses asesmen bisa segera terselesaikan," ujarnya.

Selain itu, Dispendik juga menyiapkan satgas percepatan penanganan COVID-19 yang terdiri dari guru dan tenaga kependidikan di setiap sekolah. Rencananya, ia juga akan melibatkan murid sebagai Satgas COVID-19. Sebab, keikutsertaan murid itu dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang cara mencegah persebaran COVID-19 kepada murid lainnya.

"Semoga dengan keterlibatan murid ini mereka bisa mengkomunikasikan dengan teman-temannya terkait pencegahan penyebaran COVID-19, karena mereka memiliki bahasa pergaulan yang sama. Jadi, memudahkan kita menyampaikan pesan kepada mereka agar taat protokol kesehatan," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya