Gencar Tanam Pohon Usai Banjir Bandang di Kota Batu, Apa Cukup?

Meski puluhan ribu pohon ditanam tapi bencana banjir masih berpotensi mengancam Kota Batu bila kebijakannya tetap tak memedulikan kelestarian lingkungan

oleh Zainul Arifin diperbarui 26 Nov 2021, 14:10 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2021, 14:10 WIB
Gerakan Tanam Pohon Semakin Gencar Usai Banjir Bandang di Kota Batu, Apa Cukup ?
Gerakan tanam pohon di kawasan Tahura R Soerjo pada Kamis, 25 November 2021. Ini adalah salah satu dari sekian banyak gerakan tanam pohon usai bencana banjir bandang di Kota Batu (Kominfo Kota Batu)

Liputan6.com, Batu - Gerakan penanaman pohon gencar dilakukan berbagai pihak pasca bencana banjir bandang di Kota Batu. Instansi pemerintahan, swasta hingga pegiat lingkungan melaksanakan kegiatan itu di waktu berbeda. Satu kesamaannya, seluruhnya di hulu Brantas.

Puluhan ribu bibit pohon yang ditanam itu tersebar di berbagai titik lokasi usai bencana banjir bandang di Kota Batu. Mulai dari perbukitan Pusung Lading, Bukit Jengkoang, kawasan Sumber Kasinan hingga Taman Hutan Raya (Tahura) R Soerjo.

Terbaru, gerakan ‘Gotong Royong Nanduri Gunung’. Lahan terbuka seluas 140 hektar bekas kebakaran hutan dua tahun silam di kawasan Tahura R Soerjo ditanami 56 ribu bibit pohon. Penanaman disebar di tujuh titik penyangga di wilayah Kota Batu, Mojokerto dan Pasuruan.

Kepala Dinas Kehutanan Jawa Timur, Jumadi, mengatakan, lahan terdampak kebarakan hebat dua tahun silam harus kembali dirapatkan oleh tanaman tegakan. Bila tidak, selain mengancam keanekaragaman hayati juga dapat menimbulkan bencana ke depannya.

“Harapannya bisa tetap menjaga fungsi hutan dan keseimbangan ekosistem. Hutan harus terus lestari karena bermanfaat bagi masyarakat,” kata Jumadi di Kota Batu, Kamis, 25 November 2021.

Menurutnya, semua pihak harus bersinergi demi keberlanjutan lingkungan hidup. Jumadi tak memungkiri gerakan ini dilakukan dipicu banjir bandang yang terjadi pada 4 November 2021 lalu. Bencana alam itu harus jadi pelajaran berharga bagi semua elemen masyarakat.

“Setidaknya sekarang kita harus cepat berbuat sesuatu menyelamatkan lingkungan,” ucap Jumadi.

Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko, mengatakan bencana banjir bandang pada awal November lalu menuntut semua pihak harus bersama – sama menyelamatkan lingkungan. Meski sebenarnya pemerintah kota sudah memiliki berbagai program untuk merawat lingkungan.

“Kami sudah banyak program lingkungan seperti satu nama satu pohon. Tapi kami masih membutuhkan sinergi dengan semua pihak,” ucap Dewanti.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kebijakan Lingkungan

Wali Kota Batu Evaluasi Lahan Rumah Warga Terdampak Banjir Bandang
Rumah warga terdampak banjir bandang di Desa Bulukerto, Kota Batu, saat penanganan pasca bencana pada Jumat, 6 November 2021 (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Sementara itu aktivis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Malang Raya menilai banjir bandang Kota Batu dipicu kebijakan yang mengabaikan kelestarian lingkungan. Karena itu, gerakan tanam pohon tak akan maksimal bila eksploitasi lingkungan terus terjadi.

Aliansi Selamatkan Malang Raya mengkritik rencana pemanfaatan kawasan Sumber Air Umbul Gemulo di Bulukerto menjadi kolam budidaya ikan. Di sekeliling sumber air itu juga penuh hotel. Di dekat Sumber Kasinan, Pesanggrahan, hendak didirikan bangunan demi kepentingan wisata.

“Seharusnya ditanami pohon keras guna merawat mata air dan keberlanjutan lingkungan, bukan mementingkan pariwisata,” kata juru bicara Aliansi Selamatkan Malang Raya, Janwan Tarigan.

Kota Batu genap berusia 20 tahun pada 17 Oktober lalu, tapi kebijakan pemerintah daerahnya dinilai tak memerdulikan aspek lingkungan. Berdasarkan data pada 2010 silam, dari total 111 mata air hanya 53 mata air yang masih terjaga kualitas debit airnya.

“Itu data lama, tak menutup kemungkinan debit mata air semakin kritis karena alih fungsi lahan semakin massif,” kata Janwan.

Ia menyebut Perda Tata Ruang Kota Batu tidak pernah benar – benar dijalankan. Ironisnya, dalam revisi perda tata ruang, ada ketidakjelasan upaya perlindungan kawasan esensial seperti hutan, mata air atau lahan hijau.

“Itu jadi celah yang rawan alihfungsi kawasan demi kepentingan investasi,” ucap Janwan.

Menurutnya, gerakan penanaman pohon di hulu Brantas bisa tidak maksimal hasilnya bila tak disertai dengan kebijakan yang mengabaikan kelestarian alam. Bencana banjir bandang seharusnya mengubah kebijakan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah jadi lebih mengutamakan lingkungan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya