Kisah Pedang Luwuk Blambangan, Kesaktiannya Ditakuti Pasukan Belanda

Ditandai dengan banyaknya penemuan bersejarah mulai zaman megalitik, perundagian hingga perbendaan sisa konflik perang kemerdekaan.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 11 Agu 2022, 19:14 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2022, 19:14 WIB
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Disbudpar Banyuwangi, KRT. H. Ilham Triadinagoro  menunjukan Pedang Luwuk Blambangan Banyuwangi (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Disbudpar Banyuwangi, KRT. H. Ilham Triadinagoro menunjukan Pedang Luwuk Blambangan Banyuwangi (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)

Liputan6.com, Banyuwangi Banyuwangi dikenal sebagai wilayah bersejarah di Indonesia. Banyak peristiwa besar masa lalu  terjadi di kabupaten berjuluk 'Sunrise of Java' tersebut.

Ditandai dengan banyaknya penemuan bersejarah mulai zaman megalitik, perundagian hingga perbendaan sisa konflik perang kemerdekaan. Salah satu benda bersejarah yang ditemukan di Banyuwangi adalah Pedang Luwuk.

Pedang pendek ini fenomenal pada masanya. Konon digunakan petinggi kerajaan di Jawa dalam menghadapi agresi Belanda. Pedang ini terkenal ampuh karena berhasil membuat kocar kacir dan menumbangkan pasukan negeri Kincir Angin.

Pedang ini tercatat pernah ditemukan di daerah kekuasaan Kerajaan  Majapahit dan kerajaan Blambangan.

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Disbudpar Banyuwangi KRT Ilham Triadinagoro mengatakan, Pedang Luwuk ditemukan sekitar 15 tahun lalu di daerah Rowo Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi.

Pedang itu menjadi saksi sejarah perlawanan Kerajaan Blambangan terhadap pasukan Belanda. Peperangan itu tercatat dalam sejarah disebut dengan perang Bayu yang terjadi pada tahun 1771.

Pasukan perlawanan dipimpin oleh Mas Rempeg atau yang biasa dikenal dengan sebutan Pangeran Jagapati dan Pengeran Putra yang dikenal dengan sebutan Wong Agung Wilis.

"Pedang Luwuk digunakan dalam peperangan tersebut karena pedang ini terkenal ampuh dan sakti. Pedang ini adalah andalan Rempeg Jogopati selain tombak Biring Lanang. Pedang ini berhasil melukai banyak pasukan belanda hingga membuat kocar-kacir," kata Ilham.

 

Perbedaan Luwuk Majapahit dan Blambangan

Pedang Luwuk Blambangan Banyuwangi (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)
Pedang Luwuk Blambangan Banyuwangi (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)

Pedang Luwuk sendiri dibuat oleh seorang Empu yang bernama Ki Luwuk. Secara bentuk pedang ini nampak sederhana berwarna hitam legam dan memiliki bilah tajam pada satu sisi.

Perbedaan antara Luwuk Majapahit dan Luwuk Blambangan terletak pada motif pamor dan waktu penggunaanya.

Luwuk Majapahit digunakan pada 1478 saat perang Paregreg. Luwuk Blambangan digunakan dalam perang Bayu tahun 1771.

Luwuk Majapahit memiliki motif pamor bergaris dari pangkal hingga ujung. Luwuk Blambangan memiliki motif bulan sabit berjumlah ganjil, mulai dari satu, tiga hingga lima.

Ukurannya pun bervariatif dari mulai dari 50 cm hingga 80 cm. Paksinya segitiga langsungan dan tidak bersekat. Gagang biasanya terbuat dari tanduk kerbau ataupun banteng.

Materialnya terbuat dari batuan meteorit yang jelas mengandung mineral silica kompleks. Berbagai unsur logam mulai dari nikel, baja, besi hingga titanium terkandung dalam batuan tersebut.

Namun seperti pusaka kuno pada zaman dahulu, pembuatan senjata yang juga  disebut Tosan Aji ini tidak bisa dilakukan dengan ala kadarnya. 

 

Dibaluri Bisa Ular Luwuk atau Ular Hijau

Ada berbagai ritual dan serangkaian proses yang dilakukan sang empu agar pusaka tersebut berfungsi sebagai mana mestinya, yakni ampuh dalam digunakan bertarung.

Salah satu rahasia yang membuat pedang ini ampuh adalah bilah yang dibaluri dengan bisa ular Luwuk atau ular Viper Hijau. Tanpa disabetkan pedang ini sudah menghasilkan efek luar biasa hingga membuat lawan bergelimpangan.

Dari hasil literasi yang Ilham baca, salah satu ritual lain yakni saat pembuatan, bilah pedang juga dibaluri darah haid pertama gadis yang masih perawan.

"Ada ritual, mulai dari penentuan hari, pantangannya saat membuat pusaka ini, dibacakan doa dan mantra tujuannya agar pusaka berfungsi kepada pemegangnya," ujarnya.

Dulunya benda pusaka semacam itu, kerap digunakan sebagai benda pelengkap sebuah ritual. Kini fungsinya telah bergeser, menjadi benda koleksi karena  nilai estetikanya dan bukti warisan leluhur.

"Saat ini menjadi koleksi yang terus berupaya kami rawat, kami jaga agar tetap lestari," tegas Ilham.

 

Infografis Donny Saragih Batal Jadi Dirut Transjakarta
Infografis Donny Saragih Batal Jadi Dirut Transjakarta. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya