Liputan6.com, Jakarta - Twitter telah merilis fitur baru bernama Quality Filter untuk mencegah kicauan kasar para penggunanya. Laman Techcrunc, Rabu (25/3/2015), melansir bahwa fitur baru ini untuk sementara hanya akan diterapkan kepada para pemilik akun terverifikasi milik para pesohor, seperti akun selebritis, politikus, seniman, kepala negara, dan lain sebagainya.
Dirilisnya fitur Quality Filter ini diyakini sebagai tindak lanjut dari memo CEO Twitter Dick Costolo yang beredar di kalangan internal perusahaan belum lama ini. Dalam memonya, Costolo mengatakan bahwa Twitter dapat menjadi tempat yang sangat 'kejam' karena berpotensi sebagai sumber cyber bullying.
"Twitter bisa berbuat lebih banyak. Saya sangat khawatir Twitter menjadi lahan pelecehan seks dan rasis. Sebagai perusahaan swasta kita harus memilih untuk tidak menjadi seperti itu dan menjadi jauh lebih baik," tulis Costolo dalam memonya seperti yang dikutip dari laman The Verge.
Di sisi lain, keputusan Twitter hanya menerapkan fitur baru ini bagi para pemilik akun terverifikasi sendiri cukup masuk akal. Mereka mengaku bahwa fitur masih dalam tahap uji coba dan akun terverifikasi akan menjadi media uji cobanya. Selain itu, akun terverifikasi menjadi prioritas karena mereka umumnya memiliki follower sangat banyak.
Beberapa waktu belakangan ini Twitter memang mulai rajin mengambil langkah aktif dalam memerangi tindak bullying. Di akhir tahun 2014 kemarin, jejaring sosial microblogging berlogo burung biru itu juga diketahui telah menggandeng dukungan dari Women, Action & the Media (WAM), kelompok aktivis pembela hak wanita.
Pada kampanyenya bersama dengan WAM itu, Twitter bertindak sebagai media publikasi dan platform berjalannya program. Sementara WAM menjadi operator dengan menyediakan formulir online bagi para pengguna wanita yang mengalami bullying seksual di Twitter.
Menurut hasil survei Pew Research Center dari sekitar 2.849 pengguna internet, ditemukan fakta bahwa 40% di antara mereka pernah menjadi korban pelecehan online. 38% dari responden wanita mengaku pernah menjadi korban pengintaian dan mengalami pelecehan seksual secara online. 26% di antaranya dalah wanita muda berusia 18-24 tahun.
(dhi/isk)
Advertisement