Begini Rasanya Menggunakan Ponsel di Korea Utara

Salah seorang pekerja asing di Korea Utara mengungkapkan pengalaman menggunakan ponsel dan berinternet di Korut. Seperti apa rasanya?

oleh Jeko I. R. diperbarui 18 Feb 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2017, 12:00 WIB
Korea Utara
Ilustrasi wanita yang menelepon di Korea Utara, (Foto: Motherboard, VICE)

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara adalah salah satu negara paling tertutup di dunia, terlebih dalam penggunaan teknologi. Maka itu, tak heran sejumlah penggunaan teknologi di negara yang dipimpin Kim Jong Un tersebut begitu dibatasi. Sampai-sampai penggunaan ponsel pun seperti terasa di zaman batu.

Will Scott, seorang guru komputer ekspatriat di Pyongyang, mengungkapkan pengalamannya menggunakan ponsel dan jaringan telekomunikasi di Korea Utara.

Ia mengatakan, menggunakan ponsel untuk menelepon kontak di negara itu memang sangat 'menyiksa'. Apa yang menyebabkan dirinya mengatakan demikian?

Seperti dilansir Vice, Sabtu (18/2/2017), Scott mengatakan bahwa baik turis ataupun ekspatriat di Korea Utara sebetulnya diperkenankan melakukan kontak via telepon atau SMS. Meski begitu, ada sejumlah nomor yang tidak diperbolehkan untuk menelepon.

"Sayangnya, banyak nomor yang masuk daftar terlarang. Ketika saya coba untuk menelepon, KoryoLink (salah satu operator di Korea Utara) akan memberikan voice message berisikan 'Maaf panggilan Anda terlarang', ini sungguh membuat kami tidak nyaman. Padahal, sejumlah daftar nomor terlarang itu berasal dari fasilitas umum," kata Scott.

Scott juga mengungkap, tak semua masyarakat di Korea Utara punya ponsel. Yang memiliki ponsel hanyalah kalangan pebisnis atau keluarga berada.

"Itu pun mereka diperkenankan untuk menelepon interlokal saja. Nah kalau panggilan internasional, baik yang warga Korea Utara maupun yang orang luar (turis atau ekspatriat) tidak dapat melakukannya," tuturnya membeberkan.

Untuk menggunakan layanan jaringan telekomunikasi, KoryoLink misalnya, Scott harus membayar biaya yang relatif mahal. Mendaftar langganan panggilan telepon saja, ia harus mengeluarkan biaya Rp 1,1 juta per bulan.

Jika ingin menggunakan koneksi internet ia harus merogoh kocek sekitar Rp 1,7 juta per bulannya. "Belum lagi, jika ingin mengaktifkan subscription dengan KoryoLink, kami harus mengisi formulir khusus dari Kementerian Luar Negeri," ia melanjutkan.

Menariknya, terlepas dari tingginya biaya berlangganan operator, Scott mengatakan bahwa para turis justru memiliki koneksi internet yang relatif cepat. Bahkan, ia berani mengatakan bahwa koneksinya lebih cepat dari Tiongkok.

Pun demikian, pada akhirnya Scott tetap tidak dapat menikmati akses internet bebas, seperti menikmati YouTube, Facebook atau layanan lainnya. Alasannya, karena Korea Utara hanya memang memiliki jaringan internet internal yang disebut Kwangyong.

(Jek/Cas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya