SAFEnet Desak Pemerintah Redam Persekusi The Ahok Effect

Latar belakang dari persekusi The Ahok Effect ini muncul sejak dipidanakannya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke pengadilan.

oleh Iskandar diperbarui 27 Mei 2017, 15:02 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2017, 15:02 WIB
Ahok Ingin Jakarta Tiru Ini Dari Jepang
Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghadiri acara pembukaan Jakarta-Japan Matsuri 2014, Minggu (14/9/2014) (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) meminta pemerintah Indonesia mewaspadai aksi persekusi yang disebut Efek Ahok (The Ahok Effect).

Jaringan relawan kebebasan ekspresi di Asia Tenggara itu menganggap, tindakan persekusi tersebut sudah menyebar merata di seluruh Indonesia dan perlu menjadi perhatian serius karena tingkat ancamannya yang nyata.

Persekusi atau tindakan pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga ini didasarkan atas upaya segelintir pihak untuk memburu dan menangkap seseorang yang diduga telah melakukan penghinaan terhadap ulama dan agama.

Latar belakang dari persekusi The Ahok Effect ini muncul sejak dipidanakannya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke pengadilan dengan pasal penodaan agama, di mana muncul kenaikan drastis pelaporan menggunakan pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Setelah Ahok divonis bersalah, muncul tindakan persekusi atau pemburuan atas akun-akun yang dianggap menghina agama/ulama di media sosial. Persekusi ini dilakukan dengan beberapa tahap.

Pertama, lewat Facebook Page, admin men-trackdown orang-orang yang menghina ulama/agama. Kedua, menginstruksikan massa untuk memburu target yang sudah dibuka identitas, foto, dan alamat kantor/rumah.

Ketiga, aksi gruduk ke kantor/rumahnya oleh massa. Dan keempat, dibawa ke polisi dan dikenakan pasal 28 ayat 2 UU ITE atau pasal 156a KUHP.

“Indonesia adalah negara hukum, maka seharusnya persekusi ini tidak dilakukan dan harus mengacu pada proses hukum yang benar (process due of law). Apabila menemukan posting menodai agama atau ulama, sebaiknya melakukan mediasi secara damai, bukan digruduk massal,” kata Damar Juniarto, Regional Coordinator SAFEnet melalui keterangannya, Sabtu (27/5/2017) di Jakarta.

Bila mediasi tidak berhasil, lanjut Damar, barulah melaporkan ke polisi dan mengawasi jalannya pengadilan agar adil.

“Kami (SAFEnet) mengkhawatirkan, bila aksi persekusi ini dibiarkan terus-menerus maka akan menjadi ancaman serius pada demokrasi,” ujarnya.

Oleh karena itu, SAFEnet mendesak pemerintah Indonesia (secara khusus) kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk melakukan penegakan hukum yang serius pada tindakan persekusi atau pemburuan sewenang-wenang yang dilakukan segelintir pihak.

“Kemudian kami juga mendesak Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) untuk melakukan upaya yang dianggap perlu untuk meredam persekusi memanfaatkan media sosial karena melanggar hak privasi dan mengancam kebebasan berekspresi,” Damar menegaskan.

Poin selanjutnya, sambung Damar, SAFEnet meminta pemerintah Indonesia untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang menjadi target dari persekusi ini.

“Pasalnya, setiap orang harus dijamin untuk dilindungi dengan asas praduga tak bersalah dan terhindar dari ancaman yang membahayakan jiwanya,” pungkas Damar.

(Isk/Cas)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya