Liputan6.com, Jakarta - Jaringan penggerak kebebasan berekspresi online Safenet mencatat, jumlah laporan terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah mencapai 177 laporan terverifikasi di seluruh Indonesia.
Diungkapkan oleh Relawan Safenet, Daeng Ipul, Safenet mendokumentasikan hal-hal yang berkaitan dengan kasus UU ITE di Palembang dan Sumatera, Makassar, hingga Jawa. Menurutnya, ada 225 kasus laporan berkaitan UU ITE, namun hanya 177 kasus saja yang terverifikasi.
Namun, kata Daeng, jumlah kasus sebenarnya kemungkinan jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan yang tercatat Safenet. Hal ini karena terbatasnya jumlah relawan Safenet di lapangan.
Advertisement
Baca Juga
"Dari total 177 laporan UU ITE, sebanyak 144 kasus atau 81,5 persen menjerat pria dan 65 orang atau 18,4 persen dari wanita," ujarnya dalam acara Dialog Dinamika UU ITE Pasca Revisi di Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Lebih lanjut, mereka yang melaporkan dengan pasal-pasal UU ITE sebagian besar adalah orang-orang berkuasa, yakni 65 orang (36,7%). Sisanya adalah kaum profesional, yakni 39 orang (22%), warga biasa sebanyak 33 orang (18,6%, dan pengusaha 3 orang (1,7%).
Ia juga menyebutkan sejak UU ITE diberlakukan pada 2008 hingga sekarang, jumlah laporan terus bertambah. Terbanyak, kasus terjadi pada 2016, yakni 77 kasus, sedangkan pada 2015 ada 33 kasus.
Media sosial Facebook adalah tempat yang paling banyak terjadi pelanggaran UU ITE. Rinciannya, 100 kasus (56,5%) kasus UU ITE terjadi di Facebook, diikuti dengan Twitter, media online, pesan singkat, YouTube, blog, email, Path, WhatsApp, petisi online, dan lain-lain.
Lantas, pasal apa yang paling banyak dipakai untuk menjerat terlapor dalam UU ITE? Menurutnya, pasal 27 ayat 3 dalam UU ITE mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik yang terbanyak dipakai.
Dalam catatan Safenet, 79,3 persen kasus dilaporkan dengan pasal 27 ayat 3. Pasal lain yang dipakai adalah pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian (13%), pasal 27 ayat 1 tentang pornografi (1,7%), dan pasal 29 mengenai ancaman (4%).
Hingga saat ini, status hukum terlapor terbanyak sudah ada di pelaporan ke polisi (37%). Ada pula yang dalam tahap mediasi (15%), proses peradilan (13%), dan pemeriksaan kejaksaan (1,7%).
Sementara, kasus yang telah diputus bersalah adalah 14,7 persen dan yang bebas 4,5 persen. Untuk kasus yang belum jelas hingga saat ini adalah 13,6 persen atau sekitar 24 kasus.
(Tin/Cas)