Pakar: Situasi Politik Memanas, Ransomware Merajalela di 2018

Menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, situasi politik bakal memanas di tahun depan menyusul adanya Pemilu di 2019.

oleh Corry Anestia diperbarui 29 Des 2017, 14:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2017, 14:00 WIB
Ilustrasi Ransomware WannaCrypt atau Wannacry
Ilustrasi Ransomware WannaCrypt atau yang disebut juga Wannacry (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Di sepanjang 2017, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berbagai upaya peretasan, mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), situs web Telkomsel, hingga Kejaksaan. Kemudian, serangan ransomware WannaCry ke Indonesia hingga ransomware Nopetya.

Menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, sejumlah kasus di atas menjadi pertanda agar pemerintah lebih serius dalam memperhatikan isu keamanan siber. 

Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/Coordinator Center (Id-SIRTII/CC) mencatat hingga November 2017, Indonesia telah mendapat 205.502.159 serangan.

"Tahun ini juga diramaikan dengan konten pornografi di WhatsApp, pemblokiran Telegram, hingga registrasi SIM Card. Hal tersebut menjadi bukti bahwa isu keamanan siber sudah menyentuh langsung individu masyarakat," paparnya dalam keterangan resmi yang diterima Tekno Liputan6.com.

"Sekarang tinggal PR besarnya,  sejauh dan sedalam apa negara bisa masuk serta mengedukasi masyarakat. Tanpa keterlibatan dan kesadaran masyarakat, sulit menciptakan keamanan siber yang kuat dan paripurna," tambah Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.

Ia memperkirakan serangan ransomware bakal meningkat di 2018 seiring dengan memanasnya situasi politik jelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Menurutnya, pemerintah dapat mengantisipasi hal ini dengan melakukan edukasi internet aman dan sehat. 

 

Situasi Politik hingga Serangan Individu

Pratama juga mengingatkan bahwa situasi politik yang memanas dapat memicu saling retas antarkubu. Belum lagi, ancaman ransomware seperti WannaCry mungkin saja kembali di 2018. Menurutnya, pemerintah sebaiknya melakukan antisipasi untuk mencegah hal ini. 

"WannaCry dan Nopetya hanya dua dari ribuan ransomware yang tercuri dari CIA. Kita tak pernah tahu kapan dan di mana ransomware lain akan dikembangkan. Pemerintah sebaiknya menyusun standard operating procedure (SOP) untuk menghadapi serangan ini agar tak meluas ke infrastruktur strategis di Tanah Air," jelasnya. 

Dengan adanya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), seharusnya serangan ransomware, terutama ke perangkat smartphone, semacam ini bisa langsung disosialisikan. "Ransomware akan secara masif menginfeksi smartphone Android dan iOS. Dari bocoran Wikileaks, malware semacam ini memang sudah dikembangkan oleh CIA sehingga negara sudah sepatutnya waspada," jelasnya.

Selain itu, ancaman serangan pada individu diperkirakan meningkat tajam. Hal ini menyusul pesatnya perkembangan teknologi, seperti Internet of Things (IoT). Semua perkembangan teknologi wajib diikuti dengan peningkatan keamanan siber di semua aspek. 

(Cas/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya