Facebook Tunda Perilisan Speaker Pintar Karena Skandal Penyalahgunaan Data

Skandal penyalahgunaan data membuat Facebook harus melakukan serangkaian perubahan, termasuk peluncuran produk baru.

oleh Andina Librianty diperbarui 02 Apr 2018, 09:30 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2018, 09:30 WIB
Ilustrasi like di media sosial Facebook
Ilustrasi (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Skandal penyalahgunaan data membuat Facebook harus melakukan serangkaian perubahan, termasuk soal peluncuran produk baru. Menurut laporan, Facebook terpaksa menunda pengumuman speaker pintar besutannya karena masalah tersebut.

Dilansir Bloomberg, Senin (2/4/2018), sejumlah sumber mengatakan, Facebook tidak akan mengumumkan produk tersebut dalam konferensi developer terbesarnya, F8, pada Mei 2018.

Kemarahan publik tentang praktik keamanan data Facebook dinilai sebagai penyebabnya.

Speaker tersebut tengah menjalani peninjauan lebih dalam untuk memastikan tidak ada masalah pada praktik pertukaran data pada produk itu.

Speaker Facebook ini dilaporkan terhubung dengan asisten digital dan memiliki fitur video-chat, sehingga akan ada data konsumen yang disimpan di dalamnya.

Speaker pintar ini merupakan bagian dari rencana Facebook agar bisa lebih terhubung dengan kehidupan keseharian para pengguna. Perangkat ini menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI), sama seperti yang dilakukan Amazon.com terhadap speaker pintar miliknya, Echo.

Ketertarikan Facebok terhadap produk seperti speaker pintar sudah tersebar sejak beberapa waktu lalu. Raksasa media sosial itu dilaporkan menilai para pengguna tertarik memiliki perangkat dengan merek Facebook di dalam ruang keluarga mereka.

Pengumuman speaker pintar sendiri memang akan ditunda, tapi Facebook dipastikan akan merilisnya pada tahun ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Skandal Penyalahgunaan Data Facebook

Facebook
CEO Facebook Mark Zuckerberg (AP Photo/Jeff Chiu)(AP Photo/Paul Sakuma, File)

Facebook kerap diterpa masalah terkait keamanan data para pengguna. Sebagai media sosial terbesar di dunia, sudah pasti layanan tersebut menyimpan banyak data mengenai banyak orang.

Salah satu masalah terbaru yang dialami Facebook yaitu kasus penyalahgunaan puluhan juta pengguna dengan melibatkan pihak ketiga. The Guardian melaporkan Cambridge Analytica menggunakan data para pengguna Facebook itu, untuk kepentingan komersial.

Seluruh data tersebut dikumpulkan melalui sebuah aplikasi bernama thisisyourdigitallife, yang dibuat oleh Aleksandr Kogan, terpisah dari pekerjaannya di Cambridge University.

Melalui perusahaannya, Global Science Research (GSR), Kogan berkolaborasi dengan Cambridge Analytica dengan membayar ratusan ribu pengguna Facebook agar menjalani pengujian kepribadian dan menyetujui data mereka diambil untuk kepentingan akademis.

Selain itu, aplikasi tersebut juga mengumpulkan informasi dari test-taker teman-teman di Facebook, yang menyebabkan akumulasi puluhan juta data.

Facebook dilaporkan sudah lama mengetahui masalah tersebut, tapi perusahaan dikiritik karena tidak mengambil langkah serius untuk mengatasinya.


Kogan Merasa Dikambinghitamkan

Facebook Minta Maaf via Surat Kabar
Seorang pria membaca iklan berisi permintaan maaf di sebuah surat kabar Inggris, 25 Maret 2018. CEO Facebook Mark Zuckerberg meminta maaf terhadap skandal Cambridge Analytica menggunakan iklan di sembilan surat kabar Inggris dan AS. (Oli SCARFF/AFP)

Merasa dirinya dinilai sebagai sumber masalah ini, Kogan akhirnya buka suara dan menyampaikan pembelaan kepada BBC dan para koleganya di Cambridge. Ia mengaku telah menjadi korban dalam skandal penyalahgunaan puluhan juta data pengguna Facebook.

"Menurut saya, saya digunakan sebagai kambing hitam oleh Facebook dan Cambridge Analytica," tuturnya.

Pengumpulan data pengguna membuat Facebook menangguhkan akun Kogan. Perusahaan GSR miliknya didirikan pada Mei 2014 bersama peneliti lain dari Cambridge, Joseph Chancellor, yang saat ini dipekerjakan oleh Facebook. Chancellor meninggalkan GSR pada September 2015.

Antara Juni dan Agustus 2014, GSR membayar sekira 270 ribu orang untuk menggunakan sebuah aplikasi kuisioner, yang mengambil data dari profil Facebook mereka, serta teman-temannya. Hal ini pada akhirnya menghasilkan dataset lebih dari 50 juta pengguna.

Data itu kemudian diberikan kepada Cambridge Analytica. Facebook menilai hal tersebut telah menyalahi perjanjian Kogan, yang awalnya hanya berniat digunakan untuk tujuan akademis.

Dalam email kepada para koleganya di Cambridge, Kogan mengaku membuat aplikasi Facebook tersebut pada 2013 untuk tujuan akademis dan menggunakan untuk sejumlah studi.

Setelah mendirikan GSR, ia memindahkan aplikasi itu ke GSR, serta mengubah nama, logo, deskripsi, syarat dan ketentuan.

"Kami sudah menjelaskan aplikasi itu untuk penggunaan komersial, dan tidak pernah menyinggung soal riset akademis ataupun University of Cambridge. Semua perubahan itu, kami jelaskan di platform aplikasi Facebook, sehingga mereka bisa meninjau sifat aplikasi. Facebook sama sekali tidak mengemukakan kekhawatiran apa pun tentang perubahan tersebut," jelas Kogan.

(Din/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya