Liputan6.com, Jakarta - Selain kasus penyalahgunaan data yang masih belum usai, Facebook sebenarnya masih memiliki isu lain yang tak kalah penting, terutama untuk di Indonesia, yakni konten yang beredar di platform-nya.
Seperti diketahui, platform Facebook sering digunakan sebagai sarana penyebaran konten negatif, seperti hoax atau kabar palsu. Karena itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebut isu ini menjadi salah satu perhatian saat bertemu dengan perwakilan Facebook di Jakarta.
""Facebook itu baru bisa memenuhi 50 persen dari permintaan (penuruan konten negatif), tapi sekarang sudah naik 68 persen. Jadi, masih ada pekerjaan rumah, bagaimana meningkatkannya. Ini bagian dari evaluasi penilaian Kemkominfo terhadap Facebook dalam penanganan konten negatif," ujarnya menjelaskan.
Advertisement
Baca Juga
Sebenarnya, ini bukan kali pertama Facebook disebut sebagai media sosial yang kurang kooperatif terhadap manajeman konten negatif. Awal bulan ini, penindakan Facebook terhadap konten yang bertentangan dengan aturan di Indonesia tidak memenuhi ekspektasi.
"Saya harus sampaikan media sosial itu enggak kooperatif-kooperatif amat. Dari sembilan penyedia platform, tiga di antaranya hanya memenuhi 50 persen permintaan dari pemerintah (soal pengelolaan konten)," tuturnya.
Karena itu, ia mengatakan Kemkominfo selalu berlandaskan data dan statistik saat berencana untuk menutup penyedia platform. Ia menuturkan dirinya tak punya intensi pribadi untuk begitu saja menutup penyedia platform yang ada di Indonesia.
"Facebook itu masuk yang tak patuh. Sementara ada dua lagi yang besar-besar," tuturnya menjelaskan.
Berdasarkan data yang sebelumnya sempat diungkap Kemkominfo, dua layanan lain yang terbilang tak patuh adalah Telegram dan Google.
Berdasarkan data yang diungkap Kemkominfo, sembilan platform yang dimaksud adalah Facebook+Instagram, Twitter, Google+YouTube, Telegram, Line, BBM, Bigo, Live Me, dan Metube.
Dari data itu, Facebook ditambah Instagram memang memiliki tingkat kepatuhan yang tak terbilang besar.
Â
Tingkat Kepatuhan Facebook
Untuk diketahui, informasi mengenai performa pelaku penyedia layanan over-the-top ini dibagi dalam tiga penilaian, yakni permintaan penurunan (requested), jumlah yang dipenuhi (fullfilled), dan tingkat penanganan (outstanding).
"Semakin kecil nilai outstanding-nya (mendekati 0), artinya semakin baik penanganan konten negatifnya," tutur Rudiantara saat pemaparan Maret lalu. Facebook sendiri memiliki tingkat outstanding 42 persen.
Jumlah itu merupakan rata-rata dari laporan tahun 2016 dan 2017. Untuk tahun 2016, raksasa media sosial itu memiliki nilai outstanding yang cukup tinggi, hingga 50 persen. Sementara di 2017, nilainya berangsur turun menjadi 34 persen.
Layanan lain yang memiliki tingkat outstanding tinggi adalah Google ditambah YouTube. Berdasarkan data dalam dua tahun terakhir, layanan itu hanya memenuhi sekitar 42 persen dari permintaan penurunan konten.
Terakhir ada Twitter yang sempat memiliki nilai outstanding tinggi pada 2016, hingga 83 persen. Kendati demikian, situs microblogging itu mulai menangani konten negatif tahun lalu dan kini hanya menyisakan sekitar 0,28 persen untuk nilai outstanding-nya.
"Untuk platform MeTube, Live.me, Bigo, BBM, Line itu semuanya sudah Cs (ce-es), yang belum, mau diapain kalau enggak kooperatif?" tuturnya beberapa waktu lalu.
Â
Advertisement
Facebook Belum Bisa Bagi Hasil Audit
Menyoal kelanjutan kasus penyalahgunaan data pengguna, Facebook hingga saat ini belum dapat mengungkapkan hasil audit. Alasannya masih sama, pihak otoritas Inggris Information Commissioner Office (ICO) masih melakukan investigasi, sehingga perusahaan belum bisa melakukan penyelidikan.
"Audit ini akan berlangsung hingga benar-benar harus selesai. Saya juga tak bisa memastikan kapan. Kami sendiri masih harus menunggu dari hasil penyelidikan dari ICO," tutur Vice President of Public Policy Facebook Asia Pacific Simon Milner.
Kendati demikian, ia menuturkan saat ini Facebook juga masih melakukan penyelidikan di dalam layanan untuk mengetahui apakah ada perusahaan lain yang bekerja seperti Cambridge Analytica.
Setelah semuanya itu selesai, Milner memastikan Facebook akan mengungkap hasilnya.
"Kami memiliki tim yang besar untuk audit ini. Namun, perlu diingat kasus ini sebenarnya terjadi pada 2014. Karena itu, untuk sekarang kami juga melakukan penyelidikan apakah ada pihak lain yang diindikasikan melakukan serupa Kogan (Aleksandr Kogan--peneliti Cambridge Analytica)," tuturnya menjelaskan.
Kendati demikian, Menkominfo Rudiantara meminta Facebook agar melakukan penyelidikan secara paralel, sambil menunggu hasil audit dari pihak ketiga. Setidaknya, Facebook bisa memastikan agar kasus serupa tak terjadi lagi.
"Saya juga minta agar Facebook melakukan penyelidikan paralel sambil menunggu hasil investigasi karena kan ternyata ditemukan ada pihak lain yang juga bertindak mirip Cambridge Analytica, seperti CubeYou dan AggregateIQ," tuturnya menjelaskan.
(Dam/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: