Cambridge Analytica Tutup, Bagaimana Nasib Data Pengguna Facebook?

Cambridge Analytica memutuskan menutup usahanya menyusul skandal penyalahgunaan data puluhan juta pengguna Facebook, termasuk yang berasal dari Indonesia.

oleh Andina Librianty diperbarui 07 Mei 2018, 13:17 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2018, 13:17 WIB
Facebook
Facebook (AP Photo/Thibault Camus)

Liputan6.com, Jakarta - Cambridge Analytica memutuskan menutup usahanya menyusul skandal penyalahgunaan data puluhan juta pengguna Facebook. Setelah perusahaan ditutup, muncul pertanyaan bagaimana nasib data Cambridge Analytica, termasuk yang berasal dari pengguna Facebook?

Dikutip dari Wired, Senin (7/5/2018), biasanya langkah selanjutnya bagi sebuah perusahaan yang berhenti beroperasi cukup sederhana. Namun, untuk Cambridge Analytica, tampaknya tidak begitu sederhana.

Seorang administrator, Crowe Clark Whitehil LLP, ditunjuk untuk mengelola likuidasi Cambridge Analytica. Bersamaan penutupan Cambridge Analytica, induk usahanya yakni SCL Election, juga dinyatakan mengalami pailit.

Adapun tujuan likuidasi ini adalah mencoba dan menambah nilai apapun dari perusahaan dengan menjual aset, termasuk data yang berguna. Sisanya biasanya akan dihapus.

Menurut pengacara internet, telekomunikasi dan teknologi di firma hukum decode:Legal, Neil Brown, tidak ada kerangka waktu resmi untuk melakukan penghapusan.

"Prinsip umumnya adalah ketika data tidak lagi dibutuhkan untuk tujuan yang sedang diproses secara sah, maka harus dihapus atau dianonimkan. Ini harus dilakukan tepat pada waktunya," jelas Brown.

Selain itu, Heather Anson dari DigitalLawUK, berpendapat bahwa beberapa perusahaan yang memiliki data pribadi sebagai aset juga bisa memindahkan atau menjualnya. Oleh sebab itu, harus ditentukan terlebih dahulu, apakah data tersebut bisa atau harus dialihkan ke entitas lain.

"Informasi yang harus dialihkan, misalnya, mungkin informasi medis pasien fasilitas medis yang tutup ketika dirawat di tempat lain. Selain itu, juga perusahaan-perusahaan pemasaran yang mendapatkan persetujuan untuk mengumpulkan dan menjual kontak, mungkin juga bisa menjualnya sebagai aset jika izinnya didokumentasikan," ungkap Anson.

Jika pernyataan Anson merujuk pada kasus Cambridge Analytica, dengan klaim dari whistleblower bahwa data tidak dikumpulkan dan digunakan dengan benar, maka data-data pengguna Facebook seharusnya tidak bisa ditransfer ke entitas lain.

Di sisi lain, Cambridge Analytica sejak skandal penyalahgunaan data pengguna Facebook terungkap, menegaskan tidak melakukan tindakan ilegal.

Perusahaan konsultan politik asal Inggris itu mengklaim telah difitnah, padahal melakukan kegiatan yang tidak hanya legal, tapi secara luas diterima sebagai komponen standar dari iklan online.

Suksesor Cambridge Analytica

Facebook
Ilustrasi Facebook (AP Photo/Noah Berger, File)

Cambridge Analytica sedang diinvestigasi oleh Information Commissioner's Office (ICO) Inggris, begitu pula oleh para regulator di Jerman, Irlandia dan Italia.

ICO menyatakan, semua data harus disimpan oleh perusahaan saat berada dalam proses investigasi untuk memastikan tidak ada kesalahan, sehingga data-data tersebut tidak boleh dihapus. Selain itu, juga tidak boleh dijual untuk alasan yang sama.

Investigasi ICO juga mencakup berbagai "entitas penerus". Hal ini penting, mengingat setelah Cambridge Analytica ditutup, tim di baliknya membentuk sebuah perusahaan baru bernama Emerdata Limited.

Emerdata Limited didirikan di alamat yang sama dengan SCL Elections. Para direkturnya juga memiliki hubungan dengan Cambridge Analytica.

Konsultan kepailitan, Malcolm Niekirk, menilai menjual data bukan perkara mudah, meski proses pengumpulannya sesuai dengan peraturan. Niekirk pernah menangani pailit sebuah Rumah Sakit swasta, yang mengalihkan data dalam jumlah besar untuk melanjutkan proses perawatan.

"Data itu racun. Saya tidak bisa membayangkan siapa pun ingin membelinya. Hal ini akan menyebabkan begitu banyak isu regulasi yang melekat pada data itu, sehingga tidak ada orang waras ingin menyentuhnya," tutur Niekrirk.

Indonesia Kena Imbas Penyalahgunaan Data Facebook

Mark Zuckerberg Hadapi  Kongres Amerika Serikat
CEO Facebook Mark Zuckerberg memenuhi panggilan untuk bersaksi di hadapan Komite Senat Amerika Serikat di Capitol Hill, Washington, Senin (10/4). Zuckerberg membuat kesaksian yang berlangsung hampir lima jam. (AP/Pablo Martinez Monsivais)

Pengguna dari Indonesia termasuk salah satu yang menjadi korban penyalahgunaan data Facebook. Sejauh ini, diperkirakan satu jutaan pengguna yang terkena imbas.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, telah bertemu dengan perwakilan Facebook untuk meminta keterangan langsung terkait masalah ini. Kemkominfo pun telah memberikan teguran, berupa beberapa Surat Peringatan (SP) kepada rakasa media sosial itu.

Adapun pada Senin (7/5/2018), Rudiantara dijadwalkan kembali menggelar pertemuan dengan perwakilan Facebook. Pertemuan ini dilakukan pukul 13.00 WIB.

(Din/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya