NASA cs Akan Tabrakkan Pesawat ke Asteroid untuk Amankan Bumi

Para astronom dari berbagai lembaga antariksa internasional tengah mencari cara menyelamatkan Bumi dari hantaman asteroid.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 20 Sep 2019, 06:30 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2019, 06:30 WIB
Didymos
Ilustrasi asteroid Didymos (ESA–Science Office)

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan atau bahkan ratusan asteroid dikabarkan tengah melintas ke arah Bumi. Meski sejauh ini para ilmuwan dari lembaga antariksa menyatakan Bumi masih aman dari serbuan asteroid, mereka yakin suatu saat nanti akan ada asteroid yang menghantam planet kita.

Untuk itu para astronom dari berbagai lembaga antariksa internasional tengah mencari cara menyelamatkan Bumi dari hantaman asteroid. Salah satu yang dilakukan adalah dengan menabrakkan sebuah pesawat luar angkasa ke asteroid.

Mengutip laman Science Alert, Jumat (20/9/2019), asteroid yang akan jadi target uji coba adalah Didymos B. Asteroid ini adalah asteroid terkecil di antara dua objek di sistem asteroid Didymos.

Adapun pesawat luar angkasa yang akan ditabrakkan ke asteroid Didymos B adalah pesawat milik NASA, yakni Double Asteroid Redirection Test (DART).

Alasan mengapa DART dipilih adalah untuk menguji apakah tabrakan pesawat luar angkasa bisa membelokkan lintasan asteroid. Hal ini merupakan upaya melindungi Bumi dari batuan angkasa yang dianggap membahayakan kelangsungan Bumi.

Misi Bersama

Wahana jelajah asteroid Hayabusa2 milik Jepang bersiap melakukan pengamatan perdana (AP/JAXA)
Wahana jelajah asteroid Hayabusa2 bersiap melakukan pengamatan perdana (AP/JAXA)

Upaya penanggulangan asteroid bersama ini dinamakan proyek AIDA dan diprakarsai lembaga antariksa Eropa (ESA) dan NASA.

Proyek ini sebenarnya sudah diumumkan sejak 2015, tetapi temuan mengejutkan mengenai banyaknya asteroid yang mengarah ke Bumi menjadi implikasi untuk pengujian.

Misalnya, saat pesawat angkasa Hayabusa2 milik JAXA mengebom asteroid Ryugu pada April 2019. Bom tersebut menciptakan ledakan dan membuat kawah berukuran cukup besar. Selanjutnya, material di permukaan asteroid menjadi mirip pasir.

"Tabrakan dengan Hayabusa2 menunjukkan tidak ada kohesi di permukaan dan regolith bersifat seperti pasir alami. Gravitasi mendominasi proses, bukan kekuatan intrinsik dari material pembentuk asteroid," kata ilmuwan planet Patrick Michel dari CNRS.

Dia menambahkan, meskipun gravitasi dominan di asteroid Didymos B, ilmuwan menyebut bisa saja terbentuk kawah yang lebih besar dari tabrakan.

"Pada akhirnya, sangat sedikit yang diketahui dari perilaku kecil ini dan membawa konsekuensi besar bagi pertahanan planet," tutur Michel.

Pesawat Meluncur Pada Juli 2021

ilustrasi pesawat luar angkasa
Ilustrasi perjalanan ke luar angkasa SpaceX (Foto: SpaceX)

Astronomer ESA Ian Carnelli yang mengikuti joint meeting di Jenewa menyebut, "kita adalah manusia pertama dalam sejarah yang punya teknologi yang berpotensi membelokkan asteroid agar tidak menabrak Bumi."

Disebutkan, ketika pesawat DART menabrak Didymos B dengan kecepatan 23.760 km per jam hanya akan mengubah kecepatan asteroid sekitar 1 cm per detik.

Jika asteroid tunggal, mungkin para ilmuwan tak bisa mendeteksi hal ini, tetapi dalam sistem Didymos, tabrakan diperkirakan bisa mengubah periode orbital. Pergerakan Didymos B bisa pun bisa melambat. DART dijadwalkan untuk meluncur pada Juli 2021. Sementara tabrakan diperkirakan terjadi di September 2022.

Misi kedua tabrakan pesawat angkasa dengan asteroid akan melibatkan Hera milik ESA. Hera dijadwalkan akan meluncur pada 2023 dan akan sampai ke Didymos B pada 2027.

Karena sistem asteroid tersebut tidak terlihat dari Bumi, Hera akan memberikan informasi rinci mengenai seberapa besar tabrakan DART membuat Didymos B berpindah arah.

(Tin/Why)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya