Liputan6.com, Jakarta - Setelah pagi ini diketahui masih absen pada daftar PSE asing Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), Google dipastikan sudah masuk dalam daftar tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Aptika Kemkominfo, Semuel A. Pangerapan, dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).
Baca Juga
Ia menuturkan, Google sudah mendaftarkan empat layanan tambahan untuk di Indonesia setelah sebelumnya perusahaan itu mendaftarkan Google Cloud dan Google Ads.
Advertisement
"Google itu mendapatkan empat lagi tambahan, setelah Cloud dan Ads, sekarang YouTube, Search Engine, Maps, dan Google Play Store," tutur Semuel menjelaskan.
Google sendiri menambah deretan PSE asing yang bergabung di hari ini. Selain Google, ada pula Twitter, Snapchat, dan Line yang diketahui telah mendaftarkan layanannya di Indonesia.
Kendati demikian, hingga berita ini ditayangkan, daftar layanan Google tersebut memang belum muncul di laman resmi PSE Kemkominfo. Ada kemungkinan hal ini terjadi karena memang masih dilakukan pembaruan secara berkala.
Sejumlah PSE asing yang juga diketahui sudah terdaftar adalah aplikasi kencan Tinder, aplikasi chatting WeChat, Zoom, iCloud, hingga HBO Go.
Selain layanan di atas, sejumlah game populer di Indonesia juga sudah terdaftar di situs PSE Kemkominfo.
PT Winner Interactive telah mendaftarkan game Xshot, Auto Chess didaftarkan oleh Long Entertainment Company Limited, dan Krafton Inc mendaftarkan game PUBG: Battleground dan New State Mobile.
Sementara itu, Riot Games Services PTE LTD juga mendaftarkan game League of Legends: Wild Rift, Legends of Runeterra dan Valorant di PSE asing Kominfo.
Sebelumnya, game dari Garena seperti Arena of Valor (AOV), League of Legends PC, Fairy Tail, sudah tercantum sebagai PSE Domestik dengan perusahaan PT Garena Indonesia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kemkominfo: Pendaftaran PSE Bukan untuk Kendalikan Platform Digital
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengatakan, kewajiban pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) tidak bertujuan untuk mengendalikan platform.
Hal ini seperti disampaikan oleh Semuel A. Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kemkominfo dalam konferensi persnya di kantor Kominfo, Jakarta, Selasa (19/7/2022).
"Kalau dikaitkan dengan pengendalian ini lain lagi, ini benar-benar pendataan. Pengendalian sudah ada aturannya," kata Semuel.
Semuel mengatakan, pendaftaran PSE ini dilakukan agar pemerintah mengetahui siapa saja platform digital yang beroperasi secara digital di Indonesia.
"Saya rasa ini bukan hanya Indonesia, semua negara punya metodenya masing-masing dan kita modelnya adalah pendaftaran. Jadi saya rasa tidak ada kaitannya (dengan pengendalian), karena ini benar-benar tentang pendataan."
Menurut Semuel, apabila platform digital tidak melakukan pendaftaran, maka mereka sendiri yang akan rugi karena dinilai "tidak melihat Indonesia sebagai potential market mereka."
Selain itu, Semuel juga menyebut masih ada alternatif platform lain apabila sebuah PSE tidak melakukan pendaftaran serta membuka kesempatan anak bangsa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Intinya kita tegas. Ini adalah regulasi yang ada, ini adalah tata kelola, bukan pengendalian. Supaya kita tahu siapa saja yang beroperasi di Indonesia dan apa yang mereka operasikan," tegas Semuel.
Semuel dalam kesempatan sama juga menjelaskan, kekhawatiran publik terkait keberadaan tiga pasal yang dianggap rentan jadi "pasal karet" dalam Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020.
"Terkait pelanggaran atau penegakkan hukum, itu bukan hanya di Indonesia, semua seperti itu ada prosesnya. Biasanya kita minta data dulu," kata Kemkominfo.
Advertisement
Soal Pasal Karet
Terkait permintaan untuk mengakses sistem, Kemkominfo mengklaim, hal ini dilakukan apabila ada kejahatan yang memang dilakukan oleh pihak perusahaan itu sendiri.
"Binomo, DNA Robot contohnya. Aparat harus bisa masuk ke sistemnya, karena secara sistem mereka melakukan kejahatan. Atau kalau ada fintech yang nakal, tiba-tiba uang pelanggan hilang sedikit-sedikit," kata Semuel.
Sementara terkait konten, Semuel menegaskan sudah ada aturan soal ini. Menurutnya, platform juga sudah memiliki tata kelola dalam hal ini. Kemkominfo pun juga tidak sembarang melakukan pemblokiran.
"Terkait konten yang mengganggu ketertiban umum, contohnya tentang agama, kan sampai ramai juga. Setelah kejadiannya baru kita minta 'tolong di-stop' karena sudah mengganggu," kata Semuel.
"Tidak mungkin kita melakukan sebelumnya. Harus benar-benar terjadi kehebohan di masyarakat, dan salah satu untuk meredam adalah melakukan pemblokiran (konten). Bukan kita tidak ada apa-apa minta di-takedown," tegas Semuel.
Respon Kominfo Soal Petisi Tolak Daftar PSE: Itu Demokrasi
Selain itu, Semuel juga menanggapi adanya petisi yang isinya menolak Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) ke Kominfo.
"Boleh saja, itu demokrasi," tuturnya.
"Ini kan prosesnya sudah panjang. Undang-Undangnya juga Undang-Undang ITE, kita tidak keluar dari itu," kata Semuel dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kominfo, Jakarta.
Semuel mengatakan, kementerian juga menghormati ada masyarakat yang menolak karena itu adalah hak mereka. "Kan kita juga harus berpikir ini ada 210 juta masyarakat Indonesia yang perlu dilindungi," imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Semuel juga menegaskan bahwa pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) tidak bertujuan untuk mengendalikan platform digital.
Semuel menyebut pendaftaran PSE ini dilakukan agar pemerintah mengetahui siapa saja pelaku usaha platform digital yang beroperasi secara digital di Indonesia.
"Supaya kami tahu apa layanan yang diberikan, bagaimana kalau ada masalah, pedomannya harus berbahasa Indonesia supaya masyarakat mengerti, banyak hal yang harus dipatuhi," kata Semuel.
Selain itu, pelaku usaha yang berbisnis di Indonesia, termasuk yang tidak berdomisili di Tanah Air, juga harus patuh terhadap pajak. "Kalau dikaitkan dengan pengendalian ini lain lagi, ini benar-benar pendataan. Pengendalian sudah ada aturannya," kata Semuel.
"Saya rasa ini bukan hanya Indonesia, semua negara punya metodenya masing-masing dan kita modelnya adalah pendaftaran. Jadi saya rasa tidak ada kaitannya (dengan pengendalian), karena ini benar-benar tentang pendataan," ujarnya.Â
(Dam/Ysl)
Â
Advertisement