Riset: Konsumen di Asia Tenggara Paling Antusias dengan Transformasi Digital

Berdasarklan laporan VMware Digital Frontiers 4.0 ini, responden di Asia Tenggara paling antusias menyambut peluang baru transformasi digital dan manfaat dari munculnya aplikasi baru

oleh Yuslianson diperbarui 23 Agu 2022, 07:30 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2022, 07:30 WIB
Transformasi Digital
Ilustrasi transformasi digital. Dok: mojix.com

Liputan6.com, Jakarta - Konsumen di Asia Tenggara (SEA) dianggap paling siap menghadapi masa depan digital atau transformasi digital. Hal ini terungkap dalam studi tahunan VMware.

Sebagai inovator terkemuka dunia dalam software kelas enterprise, riset ini dilakukan untuk mengetahui tingkat optimisme atau kepedulian masyarakat global dalam menyambut transformasi digital.

Berdasarklan laporan VMware Digital Frontiers 4.0 ini, responden di Asia Tenggara paling antusias menyambut peluang baru transformasi digital dan manfaat dari munculnya aplikasi baru, seperti Metaverse.

Namun di sisi lain, ada juga kekhawatiran tentang kerahasiaan dan keamanan data pribadi. Ini juga memperlihatkan seberapa lebar kesenjangan antara mereka yang paham teknologi dan mereka yang memiliki kerentangan tinggi.

Karena itu, diperliukan partisipasi organisasi dan konsumen untuk bersama-sama menyadari bagaimana teknologi dapat membawa manfaat lebih bagi masyarakat.

"Transformasi digital bukan sekadar norma bisnis saat ini. Untuk bisnis, maknanya lebih filosifs," ucap Paul Simos, Vice President and Managing Director, Southeast Asia and Korea, VMware dalam keterangannya, Selasa (23/8/2022).

Dia menambahkan, "Agar dapat terus tumbuh, perusahaan harus mendukung inovasi digital dengan kendali penuh di tangan enterprise dengan memberikan otonomi bagi para pengembang, meningkatkan produktivitas karyawan, serta dengan kontrol yang tinggi bagi bisnis."

Memasuki dekade bari, inovasi baru yang disruptif di sektor industri serta di negara di dunia, perusahaan perlu lebih ketat dalam memberikan produk digital yang aman kepada pengguna.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Digitalisasi Jadi Pilar Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19

Ilustrasi transformasi digital. Dok: Unsplash/Adeolu Eletu

Dalam riset VMware, lebih dari tiga perempat (76,2 persen) responden di Asia Tenggara percaya teknologi dipandang sebagai enabler daripada kendala bagi masyarakat selama pandemi Covid-19--4 persen lebih tinggi dari angka rata-rata global.

Angka secara persentase dari responden di Asia Tenggara juga tertinggi di kawasan Asia Pasifik dan Jepang (APJ), dengan 77 persen konsumen melihat ada kemajuan dari proses digitalisasi.

Hal ini dapat dilihat terutama dalam pekerjaan baru saat ini, dan kehidupan sehari-hari mereka dibandingkan tahun lalu. Sementara itu untuk responden Korea sebesar 66,5 persen dan Jepang 48 persen.

Korea Selatan dianggap paling antusias dan siap (64 persen), diikuti oleh kawasan Asia Tenggara (62 persen), yang percaya pengalaman digital kian baik dalam kehidupan mereka.

Data tersebut menempatkan konsumen dari kawasan APJ menjadi kawasan dengan persentase tertinggi dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain di dunia, seperti US (35 persen), Inggris Raya (37 persen), Jerman (46 persen), Perancis (37 persen), Italia (50 persen) dan Spanyol (47 persen).

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Antusiasme Tinggi dengan Teknologi Robot dan Metaverse

Terus berinovasi selama 35 tahun, RS Pondok Indah Group dukung transformasi teknologi dan digitalisasi dalam dunia kesehatan. (unsplash/quang tri nguyen).

Lebih lanjut, konsumen dari Asia Tenggara menunjukkan antusiasmenya dalam menerima kehadiran transformasi digital.

Ini diindikasikan dari banyaknya (51 persen) responden menyatakan kesiapan mereka menyambut hadirnya layanan kesehatan dan kedaruratan berbasis robot.

Satu dari empat (25 persen) responden di kawasan ini juga merasa tidak bermasalah, bila dokter berkualifikasi tinggi melakukan tindakan bedah terhadapnya dibantu oleh robot dikendalikan dari jarak jauh.

Mereka beranggapan, hal ini lebih baik dibandingkan apabila tindakan itu dikerjakan langsung di tempat tetapi oleh dokter yang kualifikasinya lebih rendah.

Angka persentasenya 8 persn lebih tinggi dari responden dari Jepang.

Sementara itu, 40 persen konsumen dari Asia Tenggara yakin metaverse akan diminati masyarakat. Angka ini 10 persen lebih tinggi dari rata-rata global (27 persen).

Lebih mengejutkan lagi, responden dari kawasan ini (36 persen) merasa tidak masalah jika harus menghabiskan waktu lebih untuk menyelami dunia metaverse dari pada dunia nyata.

Di Korea (24 persen) justru peminatnya sedikit lebih rendah dari pada angka persentase

 

Ekspektasi Lebih Tinggi untuk Kebutuhan Bisnis dan Digitalisasi

Indonesia masuk posisi 41 dengan nilai 34 dalam indeks global connectivity global (CGI) pada 2015 yang dikeluarkan Huawei.

Selain paling antusias dan yakin dengan hadirnya teknologi baru dalam keseharian, konsumen dari Asia Tenggara juga punya ekspektasi lebih tinggi pada bisnis dan proses digitalisasi yang ditempuh.

Hampir separuh (49 persen) responden Asia Tenggara, dan 46 persen di Korea tak segan-segan untuk beralih menggunakan layanan dari penyedia lain jika dalam layanan lama mereka masih diharuskan mengunjungi kantor fisik untuk menyelesaikan rutinitas, seperti mengisi form-form di atas kertas, dan lain-lain.

Di tingkat global, persentasenya sebesar 38 persen.

Enam dari 10 responden (60 persen) dari Asia Tenggara berharap, penyedia layanan mulai memanfaatkan teknologi mutakhir Artificial Intelligence dan Machine Learning dalam melindungi data pribadi mereka.

Sementara itu, di Korea sebesar (45 persen) dan di angka rata-rata global sebesar 48 persen merasa hal serupa terkait data pribadi mereka. Tingginya Tuntutan Akan Transparansi dalam Penggunaan Data

Tak jauh berbeda dengan tahun lalu, perihal kerahasiaan dan keamanan data pribadi masih menjadi hal paling penting bagi konsumen di kawasan Asia Tenggara.

Sebanyak 72 persen responden Singapura merasa selama ini tak tahu bagaimana data mereka digunakan, dan siapa saja yang bisa mengaksesnya.

Responden di Malaysia (32 persen) paling takut tak punya lagi privasi terhadap data pribadi, atau data mereka diretas oleh organisasi yang bisa mengakses ke data pribadi mereka

Sementara itu, responden Thailand cemas (69 persen) organisasi bisa melacak perangkat yang mereka gunakan, Singapura (62 persen), dan Filipina (60 persen). 46 persen responden Asia Tenggara merasa pemerintah dan organisasi perlu lebih transparan soal penggunaan data mereka, dan turut menciptakan perubahan positif di masyarakat.

Angka persentase untuk kawasan ini terbilang sedikit lebih rendah dibandingkan angka rata-rata global (51 persen), namun sedikit lebih tinggi dari Jepang (37 persen).

 

Kesenjangan Digital Melebar

Transformasi Digital. Dok: forbes.com

Akselerasi pengadopsian teknologi juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri terkait dengan kian melebarnya kesenjangan digital.

Sebanyak 67 persen responden Asia Tenggara khawatir, kerabat usia lanjut tidak mampu lagi mengikuti perkembangan dunia digital. Di Singapura sebanyak (75 persen), Thailand (70 persen), dan Jepang yang paling tidak khawatir dengan adanya isu ini (45 persen).

Mayoritas juga sepakat, konektivitas di pedesaan perlu ditingkatkan agar masyarakat bisa benar-benar fokus pada perkembangan dunia digital, terutama di Indonesia (81 persen), Filipina (78 persen) dan Thailand (74 persen).

Untuk memanfaatkan teknologi dengan lebih baik, pemerintah dan organisasi harus bekerja sama menyelaraskan kembali strategi mereka dan bekerja menuju masyarakat semakin digital.

Ekonomi teknologi semakin kuat dan inklusif untuk masa depan digital. Pesatnya pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara pasca pandemi mencerminkan tingginya permintaan transformasi bisnis untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berubah.

Perkembangan digitalisasi di lingkungan bisnis semakin pesat, pendekatan baru dapat meningkatkan organisasi untuk memberikan pengalaman digital di semua jenis cloud, aplikasi, atau perangkat secara aman.

Saat ini sektor bisnis tengah memfokuskan strategi mereka dalam meraih sukses jangka panjang, sekaligus mempercepat pertumbuhan seiring munculnya era baru dunia kerja.

Organisasi perlu menguatkan kembali bagaimana pelanggan dapat memanfaatkan teknologi dalam mempercepat terwujudnya inovasi, dan berkolaborasi dengan lebih baik di lingkungan yang serba digital di masa kini.

VMware menggarisbawahi ada tiga hal pokok yang harus dijadikan sebagai prioritas demi memperkokoh keberlangsungan transformasi digital di kawasan regional menuju terwujudnya perekonomian yang makin tangguh, inklusif, dan berbasis pada inovasi.

- Memberdayakan bisnis dalam membangun masa depan yang sarat dengan pemanfaatan multi cloud dan aplikasi: mengoptimalkan potensi masa depan yang sarat akan infrastruktur multi cloud dengan inovasi berbasis aplikasi agar tercipta agility yang tinggi di sebuah lingkungan IT secara konsisten dan aman, sehingga mampu memacu tumbuhnya inovasi secara berkesinambungan.

- Mendorong pertumbuhan inovasi dan produktivitas di lingkungan workforce yang kian terdistribusi: Solusi-solusi workforce siap masa depan diharapkan akan mampu mendukung disuguhkannya pengalaman digital yang mulus dan makin aman bagi karyawan. Dengan demikian, outcome bisa tercapai secara lebih optimal menyongsong era baru dunia kerja masa depan.

- Keamanan intrinsik untuk inovasi berkesinambungan: penerapan pendekatan intrinsik pada bangunan keamanan di perusahaan diharapkan akan makin memperkokoh upaya perlindungan pada operasi-operasi dan infrastruktur-infrastruktur krusial demi terwujudnya resiliensi bisnis dan pertumbuhan inovasi yang makin cepat.

(Ysl/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya