Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat dilaporkan sedang mempertimbangkan penerapan pembatasan baru untuk ekspor chip AIÂ (Artificial intelligence, kecerdasan buatan) ke China.
Langkah ini bertujuan untuk mempertahankan dominasinya dalam teknologi kecerdasan buatan dan mencegah Beijing memanfaatkannya untuk tujuan militer.
Baca Juga
Menurut laporan Wall Street Journal, Departemen Perdagangan AS mungkin akan menghentikan pengiriman chip yang dibuat oleh Nvidia, Advanced Micro Devices (AMD) dan perusahaan chip lainnya ke pelanggan di China pada awal Juli.Â
Advertisement
Dilansir Gizmochina, Jumat (30/6/2023), usulan pembatasan telah menyebabkan penurunan harga saham produsen chip besar. Menyusul berita tersebut, saham Nvidia turun lebih dari 2 persen, sementara Advanced Micro Device (AMD.O) mengalami penurunan sekitar 1,5 persen pada perdagangan yang diperpanjang.
Pemerintah AS menyoroti kekhawatiran Gedung Putih terhadap potensi kemajuan teknologi yang dibuat oleh China di bidang AI dan implikasi lainnya terhadap keamanan nasional.Â
Sebagai informasi, pada September lalu Nvidia menerima permintaan dari pejabat AS untuk berhenti mengekspor dua chip komputasi teratas yang dirancang khusus untuk pekerjaan AI di China.Â
Menanggapi permintaan tersebut, perusahaan memperkenalkan chip A800 di China untuk mematuhi peraturan kontrol ekspor. Selain itu, Nvidia memodifikasi chip H100 andalannya pada awal tahun ini untuk mematuhi lanskap regulasi yang terus berkembang.Â
Lebih lanjut, pembatasan baru yang sedang dipertimbangkan oleh Departemen Perdagangan AS akan berpotensi melarang penjualan chip A800 tanpa lisensi ekspor khusus AS.Â
Jadi Tantangan Bagi Perusahaan Semikonduktor
Penerapan pembatasan ini pun akan berdampak secara signifikan pada operasi dan pendapatan produsen chip yang beroperasi di pasar Amerika Serikat dan Tiongkok.Â
Akibat kekhawatiran geopolitik, para pemangku kepentingan industri terus memantau perkembangan Artificial Intelligence dengan cermat, sekaligus mempersiapkan antisipasi terhadap potensi gangguan yang dapat timbul dalam rantai pasokan global.
Sementara itu, ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung antara kedua negara tersebut terus menimbulkan tantangan bagi berbagai perusahaan, terutama dalam industri semikonduktor.Â
Â
Advertisement
Dugaan Pencurian Teknologi Samsung untuk Bangun Pabrik Chip di Tiongkok
Sebelumnya, masalah tentang chip AI dan Negeri Tirai Bambu itu juga terjadi pada perusahaan Samsung. Seorang mantan eksekutif Samsung Electronics didakwa karena diduga mencuri teknologi perusahaan untuk membangun pabrik chip tiruan di China.Â
Bekas petinggi Samsung diklaim telah mencuri informasi pada tahun 2018 dan 2019, hingga mengakibatkan kerugian bagi Samsung sebesar USD 230 juta atau sekitar Rp 3 triliun, sebagaimana dikutip dari Engadget, Selasa (13/6/2023).
Terdakwa diduga berencana mendirikan pabrik semikonduktor di Xi’an, China. Ia disebut mempekerjakan 200 karyawan dari SK Hynix dan Samsung untuk mendapatkan rahasia dagang, sekaligus bermitra dengan perusahaan manufaktur elektronik Taiwan.
Â
Dapat dukungan dari Investor China
Kerja sama tersebut menjanjikan USD 6,2 miliar untuk membangun pabrik semikonduktor baru. Meski kemitraan itu gagal, terdakwa mendapatkan sekitar USD 358 juta atau senilai Rp 5 triliun dari investor China, yang ia gunakan untuk membuat prototipe pabrik di Chengdu, China.
Menurut pernyataan Jaksa, pembangunan pabrik tersebut juga menggunakan informasi hasil curian dari perusahaan Samsung. Kantor kejaksaan juga menyebutkan bahwa masalah ini adalah kejahatan besar.
Seperti Amerika Serikat, kasus ini pun mendorong Korea Selatan menciptakan hukuman yang lebih ketat terhadap pelanggaran terkait upaya China untuk memperoleh teknologi Negeri Ginseng tersebut di berbagai industri.
Advertisement