Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap konten hoaks, yang memanfaatkan kecerdasan buatan generatif.
Pasalnya, banyak konten hoaks sekarang yang dibuat dengan menggunakan teknologi Generative Artificial Intelligence (AI) atau AI generatif.
Baca Juga
Nezar pun mengingatkan masyarakat, untuk dapat menangkal hoaks dengan menguasai kecakapan berpikir kritis.
Advertisement
"Berpikir kritis, ini yang paling penting bisa menangkal hoaks. Karena hoaks sekarang semakin canggih dan bentuknya macam-macam," kata Nezar dalam diskusi di Yogyakarta, Kamis kemarin.
Nezar mengatakan, AI generatif dapat menghasilkan konten hoaks yang terlihat asli, bahkan juga membuat peristiwa yang tidak pernah terjadi seolah otentik dan terjadi.
Ia mencontohkan adalah konten video, yang berisi Presiden Joko Widodo berbahasa Mandarin dan Arab, yang dibuat dengan memakai teknologi AI deepfake.
"Suaranya mirip, wajahnya sama, gerak bibir sama, semuanya sama, tapi itu hoaks," kata Wamenkominfo, seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (26/1/2024).
Wamenkominfo menilai penyalahgunaan kecanggihan teknologi akan mudah memanipulasi masyarakat mengikuti skenario pihak yang tidak bertanggung jawab. Terlebih menurutnya, tidak semua lapisan masyarakat memiliki kemampuan memilah informasi dengan bijak.
"Beberapa elemen masyarakat dengan mudah bisa melakukan identifikasi bahwa ini hoaks, karena ada sesuatu yang tidak logis di sana, tidak natural," kata Nezar.
"Tapi ada juga elemen masyarakat kita yang lain mungkin tidak punya kepekaan itu. Dia menerima informasi yang dibuat oleh hoaks dengan begitu saja," pungkasnya.
Nezar pun menekankan agar masyarakat selalu berhati-hati dan mengecek ke sumber resmi, mengenai kebenaran dari setiap informasi yang dia terima. Menurutnya, inilah pentingnya literasi digital.
" Jangan cepat percaya sesuatu yang membangkitkan emosi, sesuatu yang too good to be true sehingga kita larut di dalamnya," kata Wamenkominfo. "Kita periksa lagi ke sumber-sumber yang otoritatif apakah informasi itu benar adanya."
Selain berpikir kritis, dibutuhkan prinsip lain untuk menciptakan ruang digital yang aman, produktif, serta inklusif. "Kemampuan problem solving, transparansi, dan juga adanya empowerment buat masyarakat melalui literasi ataupun edukasi yang kritis," kata Wamenkominfo.
Â
Bakal Ada Perpres untuk Atur AI
Sebelumnya, Wamenkominfo Nezar patria mengungkapkan, pemerintah tengah menyusun Peraturan Presiden (Perpres), yang bakal mengatur pemanfaatan AI.
"Saat ini sedang dipersiapkan menjadi Peraturan Presiden untuk memberikan implementasi lebih kuat dan komprehensif," kata Wamenkominfo di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Rabu (27/12/2023).
Menurut Nezar, upaya ini menjadi bagian dari peningkatan ekosistem AI nasional.
"Kami berharap dapat menerbitkan peraturan AI mengikat secara hukum dalam waktu dekat, tidak hanya akan memitigasi risiko AI tetapi juga memupuk ekosistem AI lokal kita," ujarnya, seperti dikutip dari siaran pers.
Rencana menghadirkan aturan pemanfaatan AI lebih ketat, muncul usai Kementerian Kominfo meluncurkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial, pada 19 Desember 2023 lalu.
Â
Â
Advertisement
Surat Edaran tentang Etika Penggunaan AI
Surat Edaran ini tidak bersifat mengikat secara hukum, melainkan sebagai pedoman, sehingga pengembangan dan pemanfaatan AI tetap tunduk pada aturan yang berlaku, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP).
"Sebagai informasi dalam waktu dekat kami juga akan mulai melakukan langkah langkah penyiapan regulasi AIÂ bersifat mengikat secara hukum," kata Menkominfo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/12/2023).
"Melalui regulasi tersebut kami harapkan dapat menghadirkan kepastian hukum dalam pemanfaatan dan pengembangan AI, serta mendukung pengembangan ekosistem AI nasional," imbuhnya.
Menkominfo Budi menjelaskan lebih lanjut hingga saat ini, AI di Indonesia masih tunduk pada UU ITE dan UU PDP.
"Jadi kalau ditanya masalah hukumnya gimana kan mengacu pada dua Undang-Undang itu, perlindungan data pribadi dan Undang-Undang ITE," kata Menkominfo.
"Kalau manakala melanggar atau bisa dikenakan sanksi atau pasal yang ada di Undang-Undang ITE atau Undang-Undang PDP, secara hukum bisa diproses," kata Budi.