Kisah Tosan Aktivis Tambang Usai Dianiaya Puluhan Orang

Tosan korban selamat sekaligus saksi kunci konflik tambang pasir ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Okt 2015, 13:40 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2015, 13:40 WIB
20151015-Tosan Bicara-Lumajang
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Lumajang - Rumah Tosan, korban selamat konflik tambang di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur selalu ramai dipadati para tetangga dan handai taulan dalam 3 hari terakhir. Dia pulang setelah dirawat di rumah sakit akibat penganiayaan.

Tosan mengaku mula-mula didatangi seorang pelaku bernama Parman warga setempat dan terlibat cekcok. Tak beberapa lama, Parman datang bersama sekitar 40 orang yang langsung menyabet dan memukulinya dengan sabit, kayu, dan cangkul di 2 lokasi rumah dan lapangan desa setempat.

"Dari utara saya kedatangan tamu kurang lebih dari 40. Ajakan Parman ke sini langsung mukuli saya. Saya dipukul pakai celurit, pacul, dan pakai kayu. Lari ke belakang terus lari sampai ke lapangan sana. Di tendang sama kayu. Di lapangan terus dikeroyok lagi," cerita Tosan, seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Kamis (15/10/2015).

Hingga kini Tosan masih dijaga ketat, baik dari Polres Lumajang, Polda Jatim, maupun Polri. Sebagai saksi dia juga dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Tosan merupakan korban selamat sekaligus saksi kunci konflik tambang pasir ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur. Ia ditemukan kritis di lapangan, sementara Salim Kancil tewas tergeletak di jalan desa setelah dianiaya dengan sadis. (Mar/Mvi)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya