Liputan6.com, Jakarta - Ramainya pembicaraan mengenai rencana akuisisi PT Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Bank Mandiri menyebabkan kasus kekurangan pasokan (backlog) perumahaan mencuat ke permukaan.
Deputi Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Paul Marpaung menyatakan, tingginya permintaan bukanlah faktor utama penyebab terjadinya backlog hingga berjumlah sekitar 15 juta unit di Tanah Air.
"Pemenuhan kebutuhan rumahnya yang jadi masalah. Sekarang ini kan belum ada rumah sewa beli, adanya baru rumah sewa dan rumah milik," ungkap Paul saat ditemui usai menghadiri diskusi terbuka mengenai rencana akuisisi BTN oleh Mandiri di Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Advertisement
Dia menilai, daya beli masyarakat di seluruh Indonesia tidak sama. Masyarakat berpendapatan rendah belum tentu bisa membeli rumah meski melalui sistem kredit.
"Pemerintah seharusnya sadar, tidak semua masyarakat mampu memiliki rumah. Kalau mampunya sewa, ya seharusnya disediakan rumah sewa sehingga jumlah backlognya bisa dikurangi," ujar dia.
Pemerintah juga seharusnya memperhatikan kemampuan para pengembang yang terbatas dalam menyediakan bangunan perumahan. Terlebih lagi, banyak faktor produksi yang perlu diperhatikan seperti tingginya pajak bumi dan bangunan (PBB), melonjaknya harga bahan bangunan dan rumitnya perizinan pembangunan di daerah.
"Ini semua tak semata urusan perbankan saja," tukasnya.
Hingga 2010, masyarakat Indonesia tercatat kekurangan pasokan rumah hingga mencapai 13,6 juta unit. Menurut Paul, dengan undang-undang tabungan perumahan (Tapera) yang kini tengah digodok pemerintah bersama DPR, kekurangan pasokan rumah di RI dapat selesai dalam 20 tahun ke depan.
Paul mengungkapkan, rata-rata pertumbuhan backlog pertumbuhan di Indonesia mencapai 500 ribu unit per tahun. Sementara para pengembang perumahan yang hanya bisa memasok 170 hingga 200 unit rumah per tahun tak mampu membendung pertumbuhan backlog perumahan tiap tahunnya.