Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Pertamina (Persero) mengakui pola distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan non subsidi di Indonesia termasuk paling rumit dan tercanggih. Oleh karena itu bila ingin belajar pola distribusi, Pertamina dapat menjadi contoh.
Vice President Distribution Fuel and Marketing PT Pertamina, Suhartoko menuturkan, Indonesia memiliki 17 ribu pulau sehingga pola distribusi BBM subsidi dan non subsidinya termasuk rumit.
Bahkan hal itu diakui oleh konsultan asing McKinsey. Sejumlah masyarakat Indonesia tidak mengetahui betapa rumitnya Pertamina harus menyalur energi primer itu ke pelosok negeri di Indonesia. Meski hal itu rumit, Pertamina tetap harus berkewajiban untuk menyalurkan BBM non subsidi.
Dia menyebutkan pada tahun lalu, Pertamina menyalurkan 60 juta kiloliter BBM subsidi dan avtur. Untuk BBM non subsidi sekitar 48 juta kl.
Advertisement
"Sampai 60 juta kl itu untuk memenuhi 241 juta penduduk. BBM itu bukan hanya untuk kepentingan orang, hampir semua orang banyak membutuhkan itu," ujar Suhartoko saat acara Workshop in Train dengan tema 'Menjamah Hingga Pelosok Negeri Menjangkau Pulau Terluar' saat perjalanan kereta api menuju Jakarta ke Yogyakarta, Senin (16/6/2014).
Lebih lanjut ia mengatakan, untuk menyalurkan BBM bersubsidi dan non subsidi diolah di enam kilang di Plaju, Pekalongan, Balongan, Balikpapan, Sorong, Cilacap, dan Dumai.
Pertamina membutuhkan 140 kapal tanker. Saat ini pihaknya mengelola sekitar 200 kapal tanker. Selain itu, kini Pertamina memiliki sekitar 5.030 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Lalu ada 6.000 lembaga penyalur dan 2.770 mobil tangki.
Suhartoko juga menilai, penyaluran BBM memang lebih handal untuk di Jawa. Hal itu karena infrastruktur dengan pipa memadai. Sedangkan di wilayah lainnya seperti Balikpapan cukup sulit.
"Misalnya dari kilang Balikpapan salurkan harus ditimbun dulu masukin ke drum-drum lalu dikirim lewat kapal kecil dan kirim ke agen penyalur minyak solar/ APMS di pulau terluar. Itulah rangkaian distribusi bbm ke pulau terluar," kata Suhartoko. (Ahm/Ndw)