Nasib Bungkus Rokok Tanpa Gambar Seram yang Terlanjur Beredar

"Karena nanti akan habis sendiri dan akan tergantikan dengan bungkus rokok yang baru," kata Ketua GAPPRI Ismanu Sumiran.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Jun 2014, 01:15 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2014, 01:15 WIB
Bungkus Baru Rokok Menyeramkan
Seorang karyawati menunjukan kemasan rokok yang telah berganti peringatan bergambar di minimarket, Jakarta, Selasa (24/6/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah memberlakukan kewajiban pemasangan gambar menyeramkan atau pictorial health warning (PWH) pada bungkus rokok mulai 24 Juni 2014. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012.

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Sumiran menyatakan, para produsen rokok berskala besar telah menaati semua aturan yang diterapkan oleh pemerintah ini.

"Kami dari industri menaati aturan ini. Kami sudah memproduksi bungkus rokok dengan gambar itu. Anggota kami kan sekitar 50 perusahaan, itu yang sudah melapor. Kalau yang skala kecil dan rumahan saya kurang tahu. Karena bukan anggota kami," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (25/6/2014).

Meski telah memproduksi bungkus rokok sesuai dengan ketentuan dan mengedarkanya, namun Ismanu menegaskan tidak melakukan penarikan pada produk rokok yang sudah terlanjur beredar dipasaran.

"Kami tidak melakukan penarikan. Karena nanti akan habis sendiri dan akan tergantikan dengan bungkus rokok yang baru itu," lanjutnya.

Menurut Sumiran, pihak lain pun seperti Badan Pangawas Obat dan Makanan (BPOM) juga tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penarikan. Pasalnya, rokok yang beredar tersebut sudah membayar cukai dan tidak bisa dikembalikan.

"Rokok ini tidak serta merta ditarik seperti obat. Sebab ada cukai, pajak PPn, pajak daerah, dana bagi hasil cukai. Setiap batang rokok, sebelum diproduksi semua harus dibayar lunas. Kalau obat, bisa setiap saat ditarik, tetapi kalau rokok, ada cukai didalamnya," jelas dia.

Untuk itu, Sumiran meminta instansi pemerintah yang terkait untuk melakukan sosialisasi lebih mendalam akan hal ini sehingga tidak ada tindakan dari pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk melakukan penarikan tanpa izin.

"Kalau sudah ada di pasar, maka yang menarik itu bisa dituntut, sebab aturannya tidak ada. Makanya BPOM sendiri tidak memerintahkan untuk menarik. Aparat juga tidak bisa menarik. Sebab siapa yang akan mengganti cukai dan pajaknya kalau ini ditarik. Ini kan merugikan pedagangan dan panjang nanti masalahnya," tandas dia. (Dny/Ndw)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya