Liputan6.com, Jakarta - Rapat Paripurna Ke-4 secara resmi telah menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) panas bumi menjadi Undang-undang (UU) panas bumi. Penetapan ini merupakan revisi dari UU 27 Tahun 2003 tentang panas bumi yang menyebutkan pengembangan panas bumi sebagai kegiatan pertambangan.
Dengan penetapan UU diharapkan perkembangan panas bumi tidak lagi terhalangi. Pasalnya frasa pertambangan menjadi penghalang karena kegiatan pertambangan dilarang memasuki hutan.
"UU ini sekarang mengamanatkan panas bumi bukan pertambangan, panas bumi adalah panas bumi," kata Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, Jakarta, Selasa (26/8/2014).
Advertisement
Jero mengatakan, potensi panas bumi yang bisa termanfaatkan sangat besar yakni mencapai 30 ribu megawatt(MW). Sementara, sebelum UU disahkan panas bumi yang dimanfaatkan masih sedikit.
"Sebanyak 1.300 MW yang baru kita kerjakan, masih banyak yang belum," tuturnya.
Sementara, Politisi Partai Demokrat Gede Pasek Suardika memberikan catatan khusus terkait dengan disahkannya dengan UU tersebut.
Dia meminta, pemerintah memperhatikan masyarakat sekitar terkait aktivitas ekplotasi panas bumi di dalam hutan. Hal tersebut dikarenakan, hutan menyimpan aktivitas kultural atau aktivitas adat.
Menurutnya, jika UU diberlakukan maka ada ketentuan pidana yang menyertainya. Jadi, kata dia pemerintah jangan hanya memprioritaskan pada ekploitasi, tapi juga mesti melihat ketentuan masyarakat ada yang berlaku.
"Tidak cocok, apa dikenakan pidana? Dia harus perhatikan adat istiadat. Jangan prioritaskan pengusaha," tukasnya. (Amd/Ndw)