Perjalanan Mafia Migas di Indonesia

Mafia migas di Indonesia sudah ada sejak era Orde Baru. Sasaran empuknya adalah PT Pertamina (Persero) dan seluruh anak usahanya.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Sep 2014, 16:16 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2014, 16:16 WIB
Proyek Migas
(Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) berjanji akan memberantas mafia minyak dan gas (migas) yang selama ini berkeliaran di Indonesia. Sebenarnya bagaimana perjalanan mafia migas di Tanah Air?

Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman, mengungkapkan, mafia migas di Indonesia sudah ada sejak era Orde Baru. Sasaran empuknya adalah PT Pertamina (Persero) dan seluruh anak usahanya. Dari hasil kejahatan ini, mafia migas berusaha memperkaya diri dan menguatkan kelompoknya.

"Sindikasi mafia yang salah satunya membuat Soeharto berjaya hingga 32 tahun. Mafia mulai berpesta pora di era booming minyak pada 1980 hingga 1990-an. Saat itu Indonesia mampu memproduksi minyak 1,6 juta barel per hari," kata dia saat Diskusi Publik Migas untuk Rakyat di Galeri Cafe, Jakarta, Minggu (21/9/2014).

Dijelaskan Erwin, keberadaan mafia migas semakin menggurita paska pemberlakuan Undang-undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas.

"Mafia migas sempat vakum di era Gus Dur, namun kerja sindikasi ini makin menohok paska sukses melucuti tata kelola dan tata niaga migas melalui UU Migas 2001," sambung Tim Pokja Energi Rumah Transisi.

Dia menambahkan, mafia migas melakukan intervensi terhadap UU untuk menguasai atau merusak sistem dan tata kelola dan tata niaga migas.

Mulai dari mempreteli perangkat aturan, sistem, lalu menjalankan kaderisasi mafia dan pengikutnya untuk masuk menguasai seluruh jaringan tata kelola dan tata niaga dalam sistem negara.

Orang-orang dibalik mafia migas, kata Erwin, adalah kombinasi dari kekuatan multinasional company, jaringan birokrasi antek imprealisme, politisi nirnasionalisme.

Mereka bergerak dan menciptakan kaderisasi apik dari hulu sampai hilir yang rakus, ingin kaya dan berkuasa dengan menghalalkan segala cara dan mengorbankan kepentingan bangsa serta negara.

"Kuntoro Mangkusubroto, Purnomo Yusgiantoro, Ari Soemarno, Muhammad Reza Chalid, R. Priyono hingga Karen Agustiawan adalah sederet nama yang tak boleh dilepaskan dari perhatian kita soal amburadulnya tata kelola migas Indonesia di level hilir," tegasnya.

Kerugian negara dari praktik sindikasi mafia migas, Erwin menyebut mencapai US$ 4,2 miliar atau Rp 37 triliun. "Operasi mafia dalam 10 tahun terakhir sebesar Rp 370 triliun. Transaksi di hulu minyak sebanyak 850 ribu barel per hari atau US$ 16,5 miliar atau sekira Rp 196,3 triliun," tandasnya. (Fik/Gdn)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya