Jokowi Bubarkan Petral, Biaya Pengadaan BBM Naik

Pembubaran Petral ini justru akan merugikan negara karena bisa meningkatkan biaya pengadaan BBM di Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 26 Sep 2014, 14:17 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2014, 14:17 WIB
Pembangunan kilang mini minyak blok Cepu di Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro, Jawa Timur. Kilang ini mampu mengolah minyak mentah blok Cepu, 6.000 barel per hari.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah baru yang dipimpin Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) berencana untuk membubarkan anak usaha PT Pertamina yaitu PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Pembubaran Petral ini justru akan merugikan negara karena bisa meningkatkan biaya pengadaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia.

Menurut Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto,  keberadaan Petral di Singapura jika dilihat dari sisi transaksi akan menguntungkan negara karena membantu diperolehnya pembebasan pajak saat melakukan pembelian minyak. Sedangkan jika di dalam negeri akan dikenai pajak.

"Ya dari segi transaksi dari PPN dan ada pajak. Kalau di Singapura kan bebas pajak ," kata Airlangga di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/9/2014).

Menurut Airlangga, jika Petral dibubarkan dan badan penggantinya berada di Indonesia maka dipastikan akan berpengaruh pada biaya pengadaan BBM. Pasalnya, akan dikenakan pajak.

"Akan berpengaruh pada pengadaan subsidi BBM. akan biaya-biaya perpajakan bakal meningkat," tuturnya.

Meski begitu, Airlangga mengungkapkan, sejak lama keberadaan Petral dipertanyakan DPR. Untuk itu, lembaga parlemen tersebut setuju jika Petral dibubarkan.

"DPR kan dari dulu mempertanyakan Petral. DPR sih setuju (dibubarkan-red)," pungkasnya.

Anggota Komisi VII DPR Efendi Simbolon sebelumnya mengungkapkan, pemerintah baru berencana melebur Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Petral menjadi perusahaan  BUMN.

"Terus Petral kita tarik dan kita lebur. Pertamina jalan terus meski Petral dilikuidasi. Tidak ada lagi fungsi Petral, jadi bisa di bawah Pertamina. Kan fungsinya ekspor dan impor. Untuk apa ada entitas di luar negeri yang uncontrol," ungkapnya.

Efendi mengatakan, rencananya penyatuan kedua lembaga tersebut akan dilakukan 1 Januari 2014. "Semangatnya pada 1 Januari 2015," pungkasnya. (Pew/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya