Kisah Pilu Nelayan Terjebak di Bawah Garis Kemiskinan

Sebanyak 21 juta nelayan masih terjebak di bawah garis kemiskinan.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 07 Okt 2014, 20:30 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2014, 20:30 WIB
Nelayan

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok nelayan tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mengungkapkan 21 juta nelayan masih terjebak di bawah garis kemiskinan. Angka itu sekitar 56,7 persen dari total nelayan di Indonesia yang mencapai 37 juta orang.

Ketua Energi Sarana dan Prasarana Perikanan HNSI Siswaryudi mengakui, para nelayan itu hidup terjerat utang rentenir karena tak sanggup membayar biaya untuk melaut yang semakin tinggi akibat mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM).

"Beli bensin dari utang. Kalau tidak utang mereka tidak bisa operasi. Kalau mereka tidak beropersi anak istrinya mau makan apa?" kata dia di Jakarta, Selasa (7/10/2014).

BBM memang menjadi komponen penting bagi para nelayan. Sekitar 60 persen dari pengeluaran operasional mereka digunakan untuk membeli BBM. Sementara, harga BBM di wilayah yang satu dengan yang lain berbeda-beda.  Ada nelayan membeli BBM dengan harga Rp 8.000 per liter atau lebih mahal dari harga premium subsidi yang dijual di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sekitar Rp 6.500 per liter.

"Bahkan di Indonesia Timur, harganya sampai Rp 30 ribu per liter," lanjutnya.

Untuk itu pihaknya meminta agar pemerintahan yang dipimpin Presiden terpilih Joko Widodo mengalokasikan dana bantuan Rp 5 juta untuk nelayan guna menutupi beban BBM.

Dia juga meminta subsidi untuk BBM tetap ada. Akan tetapi subsidi tersebut terarah dan diberikan pengawasan yang ketat.

"Harus transparan. Nanti Pak Jokowi mengatur yang mengawasi supaya jelas untuk nelayan tuh berapa?  Jadi biar jelas," ungkapnya.

Selain dibebani biaya bahan bakar, nelayan juga dihadapkan dengan kendala lain yaitu iklim yang tak menentu. Oleh karena itu, pihaknya akan memperjuangan nasib kaum nelayan untuk mendapatkan bantuan tersebut.

"Saya berjuang buat nelayan. Dari di bawah garis kemiskinan menjadi miskin. Supaya mereka itu bisa menyekolahkan anak. Sekarang boro-boro, anak nelayan itu tidak mau jadi nelayan. Mereka bilang bapaknya tidak bisa menghidupi," tandas dia. (Amd/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya