Ingin Nikmati Taksi Udara? Ini Harga Tarif per Jamnya

Jaksa taksi udara menjadi pilihan di tengah kota Jakarta semakin macet. Tetapi Anda harus merogoh kocek dalam untuk menikmati jasa itu.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 15 Okt 2014, 14:22 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2014, 14:22 WIB
Ilustrasi tiket pesawat
Ilustrasi tiket pesawat (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Mobilitas menjadi semakin terbatas di Jakarta karena macet. Untuk mengatasinya, jasa taksi udara menjadi pilihan. Tapi Anda harus merogoh kocek cukup dalam untuk menikmati jasa tersebut.

Ketua Penerbangan Tidak Berjadwal Indonesia atau National Air Association, Denon Prawiraatmadja mengungkapkan, penumpang harus menyediakan dana US$ 2.800 atau sekitar Rp 34,23 juta (asumsi kurs Rp 12.227 per dolar Amerika Serikat) untuk menggunakan jasa taksi udara di Indonesia. Tarif taksi udara itu berlaku per jam.

"Per jamnya itu US$ 2.800," kata Denon, dalam  acara Indonesia Bussiness and Charter Aviation Summit (iBCAS) 2014 di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Rabu (15/10/2014).

Menurut Denon, Jakarta merupakan salah satu pasar taksi udara. Pasalnya, Ibu Kota Indonesia tersebut memiliki mobilitas tinggi, sehingga rentan mengalami kemacetan. Sementara banyak pelaku bisnis yang ingin efisiensi waktunya.

"Bisnis banyak bergerak di sini, tapi mobilitas tidak bisa gesit karena macetnya sulit diprediksi. Air taxi dianggap bisa menjadi solusi. Peluangnya masih besar," ungkapnya.

Namun, biaya taksi udara di Indonesia masih terbilang tinggi ketimbang negara lain. Seperti Amerika Serikat misalnya, biaya jasa taksi udara hanya US$ 1.100 per jam atau sekitar Rp 13,45 juta.

"Penerbangan dengan pesawat yang sama jenis helikopter single engine ongkosnya hanya sekitar US$ 1.100 per jam," tuturnya.

Ia mengungkapkan, perbedaan biaya tersebut karena terpengaruh oleh nilai tukar rupiah dengan dolar, selain itu juga suku cadang pesawat berasal dari luar negeri.

"Kita juga terpengaruh karena spare part masih datangkan dari luar.  Makanya biaya taksi udara di Indonesia masih cukup tinggi," pungkasnya. (Pew/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya