Kelola Sektor Kelautan, Indonesia Harus Tiru India

Indonesia harus memperketat perizinan sektor kelautan untuk melindungi sumber daya dari jarahan negara lain.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Nov 2014, 18:12 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2014, 18:12 WIB
Jokowi Dicurhati Nelayan Tegal
Usai berorasi, Jokowi sempat melihat kondisi kapal ikan yang sedang berlabuh di pelabuhan, Jawa Tengah, Kamis (19/6/14). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyayangkan kerugian yang diderita oleh Indonesia selama ini akibat penangkapan ikan ilegal. Susi berharap Indonesia bisa meniru Australia dan India dalam kelola sektor kelautan.

Menurut Susi, saat ini Indonesia merupakan negara yang mengalami kerugian terbesar dari sektor perikanan karena masih memberikan kelonggaran kepada kapal asing untuk menangkap ikan di wilayah perairan Nusantara.

"Kerugian yang dialami oleh Indonesia di sektor kelautan sangat besar dibanding negara-negara di seluruh dunia. Indonesia adalah negara satu-satunya yang masih menganut foreign fishing vessel di teritetorial negara kita, di negara lain sudah tidak ada," ujarnya di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta Pusat, Senin (3/11/2014).

Menurut Susi, hal ini membuat Indonesia menjadi incaran bagi kapal-kapal asing yang bergerak dalam bisnis penangkapan ikan.

"Jadi kalau bicara soal bisnis ikan, semua negara tertuju ke Indonesia karena hal itu. It's ok kalau mambawa manfaatkan. Tapi kebanyakan itu langsung ekspor. Jadi negara seperti Thailand dan Malaysia yang wilayah lautnya kecil tapi ekspornya berpuluh kali dari Indonesia. PNBP-nya (Pendapatan Negara Bukan Pajak) juga tidak masuk ke kita," jelas dia.

Susi mengungkapkan, sudah saatnya Indonesia mengikuti negara seperti India dan Australia yang memperketat perizinan penangkapan ikan di wilayah lautnya masing-masing.

"India saja sudah melakukan pengetatan restriction fishing industry. Sedangkan Australia sudah melakuan pembatasan size-nya dan musimnya. Sedangkan di Indonesia tidak. Jadi sudah saatnya menyetop hal ini," tandasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya