Susi: Harga Rokok Saya Lebih Mahal dari PNBP Kapal Penangkap Ikan

Nelayan-nelayan kecil yang kapasitas kapalnya hanya sekitar 5 GT hingga 10 GT mendapat banyak pungutan.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Nov 2014, 16:45 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2014, 16:45 WIB
Susi Pudjiastuti
Susi Pudjiastuti (Liputan6.com/Andrian Martinus Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku prihatin dengan nilai pendapatan yang didapat oleh negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor perikanan.

"Pemasalahan yang juga kita hadapi yaitu PPP (Pungutan Pengusaha Perikanan) dan PHP (Pajak Hasil Perikanan) yang kecil, sehingga pemasukan ke kita juga kecil," ujarnya dalam acara Chief Editor Meeting di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2014).

Susi pun bercerita, dari kapal penangkap ikan, negara hanya mendapatkan PNBP sebesar Rp 8 ribu per gross ton (GT). Nilai ini bahkan menurut Susi, lebih kecil dibandingkan harga rokok yang biasa dia hisap.

"Kapal kargo yang membawa hasil perikanan ini, PNBP-nya hanya Rp 8 ribu per gross ton. Kalau kapalnya 100 gross ton, kita cuma dapat Rp 800 ribu, ini per tahun loh. Rokok saya saja lebih mahal," lanjutnya.

Kapal yang hanya menyumbang Rp 8 ribu pada negara tersebut, lanjut Susi bisa membawa ribuan GT hasil laut Indonesia, untuk kemudian dijual ke negara lain seperti ke Thailand, Taiwan, dan China. "Ini sama sekali tidak membawa keuntungan buat kita," kata dia.

Hal berbeda dialami oleh nelayan-nelayan kecil yang kapasitas kapalnya hanya sekitar 5 GT hingga 10 GT. Nelayan tersebut mendapat banyak pungutan seperti pungutan Syahbandar, retribusi, pungutan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan lain-lain.

"Akhirnya saya putuskan PNBP yang di KPP sebesar Rp 300 miliar saya akan tingkatkan. Tapi reward-nya, saya minta kapal di bawah 10 gross ton dibebaskan dari PNBP. Akan saya usulkan ke Pemda, kita akan tukar dengan perbaikan dan revitalisasi di sektor perikanan," tandasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya