Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin telah membatalkan jatah liburan Tahun Baru untuk para menterinya terkait dengan krisis ekonomi berlangsung di Rusia.
Dilansir dari CNBC, Jumat (26/12/2014), dalam sebuah sesi wawancara di televisi pemerintah, Putin menegaskan para menteri kabinet tidak layak untuk pergi berlibur saat situasi ekonomi sedang genting seperti saat ini.
Seluruh karyawan perusahaan Rusia berhak untuk menikmati liburan mulai 1 Januari-12 Januari saat perayaan Tahun Baru di Rusia, serta Perayaan Natal umat Kristen Ortodoks pada 7 Januari.
Ekonomi Rusia babak belur akibat anjloknya harga minyak dan sanksi-sanksi negara barat membawa negeri ini memasuki resesi tahun depan untuk pertama kalinya dalam enam tahun. Sedangkan, mata uang Rusia, Ruble sekarang bernilai kurang dari setengah dari nilainya.
Putin berpesan kepada para menteri Kabinet untuk terus menjaga situasi dengan melakukan pengecekan bahkan selama jeda libur.
Ruble telah jatuh sebesar 20 persen dalam satu minggu kemarin. Angka penurunan ini merupakan penurunan yang paling tajam sejak krisis keuangan Rusia pada 1998.
Sebagai upaya untuk menangani krisis tersebut, Putin melalui Bank Sentral Rusia melakukan langkah ekstrem. Misalnya, dengan menaikkan suku bunga acuan dari 10,5 persen menjadi 17 persen dalam waktu semalam. Meskipun begitu, kebijakan ini belum berhasil meredakan krisis.
Krisis pelemahan mata uang tersebut bukan hanya membuat hancur perekonomian negara tersebut. Krisis juga ternyata merugikan para miliarder Rusia. Bahkan, dengan menaikkan suku bunga acuan, Bank Sentral Rusia membuat para miliarder tersebut kehilangan miliaran rupiah hanya dalam waktu 2 hari.
Sekitar 20 orang terkaya di Rusia kehilangan US$ 62 miliar atau sekitar Rp 771,3 triliun (Kurs: Rp 12.441/IDR) dalam satu tahun terakhir. Dari total tersebut, US$ 10 miliar diantaranya hilang dalam 2 hari saat Bank Sentral memutuskan untuk menaikkan suku bunga. (Ndw)
Advertisement