Freeport Ingin Keruk Emas RI Hingga 2041

Kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) dalam pengelolaan tambang emas di Papua bakal berakhir pada 2021.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 06 Jan 2015, 13:46 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2015, 13:46 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia (PTFI) akan mengikuti aturan pemerintah dalam perpanjangan kontrak setelah habis pada 2021. Berdasarkan regulasi yang  berlaku, kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu bisa diperpanjang hingga 20 tahun.

"Aturan pemerintah itukan 2 kali 10 tahun ya itu," kata Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B. Soetjipto di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Selasa (6/12/2014).

Saat ini, Freeport masih melakukan pembahasan dengan  Kementerian ESDM untuk menyusun amandemen kontrak pertambangan. Pasalnya, 24 Januari 2015 menjadi batas akhir penyusunan amandemen kontrak.

Rozik membantah jika, perpanjangan kontrak Freeport tertera dalam amandemen kontrak karya tersebut. "Bukan-bukan. Kata-katanya di dalam. Perpanjangan ya ikuti aturan pemerintah. Cuma bagaimana mencantumkannya," paparnya. 

Adapun enam poin renegosiasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba mengenai pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri (smelter), pengurangan luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan (IUP), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.

Kewajiban divestasi

Khusus untuk divestasi, pemerintah mewajibkan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu untuk mendivestasikan saham asingnya hingga 30 persen dalam lima tahun atau sebelum 14 Oktober 2019.

Menurut Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sukhyar, kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014. Saat ini, sebesar 9,36 persen saham Freeport sudah dimiliki peserta Indonesia melalui pemerintah. Sementara 90,64 persen saham lainnya dikuasai pemegang asing yakni Freeport McMoran.

"Kewajiban divestasi sebesar 30 persen sudah tertuang dalam nota kesepahaman renegosiasi kontrak karya Freeport,” jelas Sukhyar beberapa waktu lalu.


Ditambahkan Sukhyar, aturan itu juga mewajibkan Freepot menyelesaikan divestasi saham asingnya sebesar 10,64 persen sebelum 14 Oktober 2015. Dia menuturkan, pihaknyaakan membuat peraturan Menteri ESDM tentang tata cara divestasi untuk menindaklanjuti PP tersebut.

“Sesuai PP tersebut, maka Freeport sudah harus mendivestasikan sahamnya kepada peserta Indonesia sebesar 20,64 persen,” kata Sukhya.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga harus memvaluasi nilai divestasinya.  Sukhyar seraya menuturkan, nilai divestasi yang ditawarkan kepada pemerintah mestinya di bawah harga pasar.

PT Freeport Indonesia sendiri menghitung, sesuai harga pasar saat ini, nilai 10 persen sahamnya sekitar US$ 2 miliar atau hampir Rp 50 triliun.

(Pew/Ndw)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya