Kenaikan Harga Premium Dipicu Pelemahan Rupiah

Jika pemerintah tak menaikan harga premium maka akan timbul selisih yang besar antara harga sebenarnya dan harga jual ke masyarakat.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 01 Mar 2015, 21:56 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2015, 21:56 WIB
Penurunan Rupiah 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium yang berlaku pada 1 Maret 2015 tak hanya dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak dunia tetapi dipengaruhi juga oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengatakan, penyebab utama kenaikan harga premium menjadi Rp 6.800 per liter ada dua. Pertama dipicu oleh kenaikan patokan harga BBM atau Mean Of Plates Singapura (MOPS) pada Pebruari 2015 dan kedua pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Tren bulan lalu terlihat bahwa BBM itu kira-kira mengalami kenaikan. Plus juga kebetulan dolar menguat artinya rupiah melemah jadi berpengaruh pada harga keekonomian," kata Sudirman, di kawasan Cikini Jakarta, Minggu (1/3/2015).

Menurut Sudirman, jika pemerintah tak menaikan harga premium maka akan timbul selisih yang besar antara harga sebenarnya dan harga jual ke masyarakat. "Kalau selisih harga dari bulan ke bulan tidak besar maka kami pakai harga yang sama. Tapi begitu selisih harga besar kami sesuaikan," ungkapnya.

Ia menambahkan, dengan kenaikan MOPS dan pelemahan rupiah seharusnya harga solar subsidi juga mengalami kenaikan. Pasalnya pemerintah telah menerapkan subsidi tetap Rp 1000 per liter. Namun, karena pertimbangan ekonomi, pemerintah tak mengubah harga solar.

"Solar juga harusnya naik. Tapi karena masyarakat baru saja mengalami tekanan kenaikan harga elpiji dan beras dan lainnya maka kami sesuaikan kenaikannya hanya Rp 200 rupiah untuk premium," pungkasnya.

Membebani masyarakat

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar pun menyesalkan langkah pemerintah menaikkan harga premium tersebut. Pasalnya, di tengah kenaikan harga barang pokok seperti beras, elpiji dan lainnya, pemerintah justru memberikan beban tambahan kepada masyarakat.

"Seharusnya harga BBM jenis Premium RON 88 tidak perlu naik. Pemerintah tidak bijak kalau menaikkan harga BBM premium saat ini", ujarnya di Jakarta, Minggu (1/3/2015).

Ia mengatakan, harga minyak dunia dan harga rata-rata MOPS memang mengalami kenaikan, namun kenaikannya tidak siginifikan sehingga seharusnya pemerintah belum perlu untuk menaikkan harga premium.

Pada Januari 2015, harga minyak dunia turun hingga US$ 44 per barel. Seharusnya, pada awal Februari 2015 harga BBM turun lagi. Namun, saat harga minyak dunia turun di awal tahun lalu, pemerintah tidak segera menurunkan harga BBM. Sebaliknya, saat harga minyak dunia naik, pemerintah langsung menaikkan harga premium.

"Bahkan saat itu, Menteri ESDM telah menyepakati bersama DPR RI bahwa harga BBM solar akan turun berkisar Rp 200 sampai Rp 400 per liternya mulai 15 Februari 2015, tetapi ternyata pemerintah tidak tepati," jelasnya.

"Dalam konteks ini, pemerintah tidak konsisten," tambahnya. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya