Petani Minta Importir Gula yang Nakal Dihukum Mati

Petani meminta pemerintah untuk tegas dalam menindak para importir gula rafinasi nakal yang sengaja merembeskan gula impornya ke pasar.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Mar 2015, 18:20 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2015, 18:20 WIB
Kemendag Tak Beri Ampun Importir yang Rembeskan Rafinasi ke Pasar
Dinas Perindustrian dan Perdagangan daerah diminta mengevaluasi masuknya gula mentah (raw sugar) melalui importir atau industri.

Liputan6.com, Jakarta- Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil meminta pemerintah untuk tegas dalam menindak para impotir gula rafinasi nakal yang sengaja merembeskan gula impornya ke pasar.

Arum mengatakan, dirinya melihat adanya indikasi perembesan gula rafinasi dalam jumlah besar yang terjadi selama ini.

"Izin impor raw sugar untuk kepentingan industri mamin (makanan dan minuman) itu kan sudah melampaui kuota kebutuhan dalam negeri. Bahkan kalau saya melihat ada indikasi under invoice," ujarnya di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Dia menjelaskan, kapasitas terpasang dari pabrik gula rafinasi di dalam negeri yang menggunakan bahan baku raw sugar impor saat ini mencapai di atas 5 juta ton. Sedangkan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa izin impor gula rafinasi yang dikeluarkan hanya sekitar 2,8 juta-3,5 juta ton per tahun.


"Sungguh sangat tidak rasional, nggak mungkin hanya 50 persen atau 60 persen dari kapasitas terpasangnya (pabrik) ini tetap dijalankan. Kapasitasnya izin impornya memang hanya 3,5 ton misalnya, tapi sebenarnya kapasitas terpasang terpenuhi semua yang 5 juta ton. Makanya saya melihat ada indikasi kelebihan gula dari total yang diimpor itu di dalam negeri hampir 3 juta ton," jelasnya.

Oleh sebab itu, Arum meminta pemerintah untuk secara ketat mengawasi masalah impor gula ini. Bahkan dia meminta importir yang nakal ini dijatuhi hukuman seberat-beratnya, hingga hukuman mati.

"Harus menggunakan Kepres nomor 57/2004, yaitu menetapkan gula sebagai barang yang diawasi. Kepres tersebut adalah Perpu 8/1962 dimana siapa yang melakukan penyimpangan tata niaga gula sanksinya tindak pidana ekonomi. Sanksi ini diatur dalam Perpu nomor 21/1959. Sanksinya dua, penjara seumur hidup dan hukuman mati. Ini yang tidak pernah dilakukan bahkan cenderung tindakan penegakan hukum terhadap gula atau tata niaga gula ini justru masuk kepada sanksi UU Kepabeanan sehingga hanya sanksi administrasi, tidak ada efek jera," tandasnya. (Dny/Ndw)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya