Liputan6.com, Jakarta - Indonesia diperkirakan tak akan mampu mempertahankan prestasinya mendulang deflasi di Maret ini seperti dua bulan sebelumnya. Catatan inflasi akan menghiasi kinerja ekonomi makro RI pada bulan ketiga 2015. Â Â
Â
Pengamat Ekonomi dari Universitas Padjajaran, Ina Primiana mengaku, sangat sulit mencetak deflasi kembali pada Maret 2015. Di Januari dan Februari lalu, catatan deflasinya masing-masing 0,24 persen dan 0,36 persen.Â
Â
"Inflasi di bulan ketiga memang enggak terlalu tinggi, kurang lebih diprediksi 0,3 persen," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (1/4/2015).Â
Â
Proyeksi tersebut, sambung Ina, mempertimbangkan dampak kenaikan harga BBM. Di Maret saja, sudah dua kali harga jual BBM, jenis Premium dan Solar mengalami kenaikan.
Â
Pertama, pada 1 Maret 2015, masing-masing kenaikan untuk Premium menjadi Rp 6.800 per liter, namun harga tetap Rp 6.400 untuk per liter Solar. Â Â
Â
Sedangkan kedua pada 28 Maret, pemerintah menaikkan harga BBM jenis Premium menjadi Rp 7.300 per liter di luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali), serta Rp 7.400 per liter di wilayah Jamali. Sementara Solar naik dari Rp 6.400 per liter menjadi Rp 6.900 per liter.Â
Â
"Inflasi ini disumbang dari dampak BBM ke harga jual makanan jadi, ongkos transportasi, kebutuhan pokok yang masih tinggi. Sebab bahan pangan diangkut pakai kendaraan dari petani atau nelayan di sentra," ucapnya.Â
Â
Lanjut Ina, naik turun harga BBM di pasar sangat mengganggu dunia usaha. Para pelaku usaha terpaksa memasang harga jual tinggi pada barang atau produknya, karena ekspektasi terhadap harga minyak dunia akan terus mengalami kenaikan bukan penurunan.Â
Â
"Daripada riskan, lebih baik naikin saja harga tinggi sekaligus. Enggak peduli apakah nanti harga BBM bakal turun karena ekspektasi mereka harga minyak dunia naik karena sudah ada desakan dari beberapa negara produsen minyak untuk menaikkan harganya, seperti Yaman," jelas Ina. (Fik/Nrm)
Â