Pengusaha Minta RI Tiru AS Soal Jaminan Pensiun Pekerja

Pengusaha mengusulkan iuran jaminan pensiun buruh atau pekerja sebesar 1,5 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Mei 2015, 14:28 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2015, 14:28 WIB
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengusulkan iuran jaminan pensiun buruh atau pekerja sebesar 1,5 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibanding usulan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) yang sebesar 8 persen.

Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, pengusaha mengusulkan iuran jaminan pensiun 1,5 persen kepada pemerintah, meski Kementerian Keuangan dan Kemenaker mempunyai versi berbeda masing-masing 3 persen dan 8 persen.

"Kondisinya memang dunia usaha berat, sehingga kalau dipaksakan jaminan pensiun 8 persen saat ini pasti akan bermasalah karena buat pengusaha enggak kuat," ujar dia di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (8/5/2015).

Lebih jauh menurutnya, perhitungan 1,5 persen sudah cukup sebagai jaminan pensiun pekerja. Sebesar 1,5 persen, kata Hariyadi tetap melibatkan peran pekerja dalam porsi pembayarannya bukan saja pengusaha.

Seiring perbaikan ekonomi, sambungnya, pengusaha akan menyesuaikan kembali iuran tersebut. Cara ini seperti yang berlaku di Amerika Serikat (AS).

"Jadi tidak ujuk-ujuk di depan 8 persen, karena ini masalah cashflow pengusaha. AS saja iuran pensiun sekarang 12 persen, tapi waktu memulainya pada 1920 sebesar 1,5 persen. Harus ada jangka waktunya," tegas dia.

Hariyadi menegaskan, pemerintah dan pengusaha sedang mempersiapkan penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) terkait pelaksanaan iuran jaminan kerja yang sudah diputuskan 1 Juli 2015.

"Minggu depan kita bahas lagi nanti. Tapi saya ingatkan 1 Juli itu perusahaan pasti banyak yang belum menganggarkan. Jangan sampai perusahaan enggak siap, diobok-obok mereka engga bayar, malah ribut dan kena sanksi," terang dia.   

Pasalnya Hariyadi menjelaskan, harus ada harmonisasi peraturan perundangan karena berbenturan dengan Undang-undang (UU) Nomor 13 Pasal 167 tentang pesangon untuk pensiun.

"Jadi kalau pasal ini tetap ada pasti ada konflik terkait dana pensiun. Juga aturan perusahaan yang sudah punya program pensiun, transisinya seperti apa. Ini kita akan bicarakan lagi minggu depan," pungkas dia.(Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya