Kena Pencucian Uang, Menko Sofyan Belum Putuskan Nasib TPPI

Menko Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, perkembangan penyelesaian TPPI perlu kembali dirapatkan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Mei 2015, 16:11 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2015, 16:11 WIB
Dua Menko Pimpin Rakor Program Penyaluran Raskin
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil saat memberikan keterangan terkait rapat koordinasi (rakor) di Gedung Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (14/1/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) ‎ dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) semakin mempertanyakan keputusan pemerintah soal rencana pailit TPPI karena utang menggunung.

Namun ketika diklarifikasi kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Sofyan Djalil mengungkapkan belum ada keputusan soal pemailitan TPPI. Pasalnya, kata dia, pemerintah perlu menggelar rapat untuk membahasnya apakah dipailitkan atau diakuisisi PT Pertamina (Persero).

"‎Perkembangan penyelesaian TPPI harus rapat lagi. Jadi belum ada putusan (pailit atau diakuisisi)," ucap dia usai Rakor Perlindungan Investasi Asing di kantornya, Jakarta, Senin (11/5/2015).

Hanya saja Sofyan memastikan, hukum perlu ditegakan apabila TPPI terbukti melanggar hukum atau ‎melakukan tindakan kriminal. Ia meyakini, hal itu tidak akan berpengaruh terhadap korporasi mengingat tindakan penegakan hukum menyasar pada orang-orang yang terlibat di dalamnya.

"Tapi saya belum tahu perkembangannya dari pihak kepolisian, tapi penegakan hukum harus dilakukan," kata Sofyan.

Dari berita sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian Sofyan Djalil lebih memilih mempailitkan TPPI karena banyak permasalahan membelit perusahaan tersebut, termasuk utang yang menggunung.  "Kondisi TPPI sudah sangat rumit sekali, sehingga mungkin lebih baik kita pailitkan saja TPPI," tegas dia.

Dia pun menilai, rencana akuisisi TPPI oleh Pertamina maupun perusahaan lain tidak akan membantu permasalahan perusahaan itu lantaran kondisi utang yang terlampau besar.

"Akusisi siapa yang mau? TPPI bebannya berat sekali. Jadi langka pailit menjadi paling realistis," ujar Sofyan.

Sebagai informasi, menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison Simanjuntak, KPK pernah mengusut kasus dugaan korupsi dan atau pencucian uang yang melibatkan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan SKK Migas ini.

Oleh karena itu, Victor yang pernah melakukan pertemuan dengan Pimpinan KPK beberapa waktu lalu menyebut lembaga antikorupsi itu bersedia membantu memberikan dokumen yang dibutuhkan Polri. Perkara ini berawal ketika SKK Migas melakukan proses penunjukan langsung penjualan kondensat bagian negara kepada PT TPPI pada 2009.

Namun proses itu tidak melalui Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-20/BP0000/2003-SO tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Kondensat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-SO tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Konsensat Bagian Negara.

Tindakan itu melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Victor mengatakan, kerugian negara yang ditimbulkan atas kasus itu tersebut sekitar US$ 156 juta atau sekitar Rp 2 triliun. (Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya