Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah menaikan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 24 juta per tahun atau Rp 2 juta per bulan menjadi Rp 36 juta per tahun atau Rp 3 juta per bulan, dinilai akan mempengaruhi penerimaan pajak negara.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Haryadi Sukamdani mengatakan hal itu terjadi karena jumlah pekerja yang berpenghasilan di bawah Rp 3 juta per bulan, terbilang masih cukup besar. Dengan demikian, total kehilangan penerimaan pajak negara dari golongan itu pun cukup besar.
"Ada pengaruh ke penerimaan negara. Belum tahu berapa tapi cukup signifikan karena masyarakat yang memiliki gaji sebesar itu cukup besar jumlahnya," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Rabu (3/6/2015).
Untuk mencari pengganti kehilangan penerimaan pajak tersebut pemerintah pun diminta lebih bijak. Pemerintah harus mencari sumber pajak lain yang lebih rasional untuk dikenakan.
"Pemerintah pasti akan mencari sumber lain dan akan selalu cari potensi baru. Yang penting kita ikut mengawal. Kalau ada objek baru yang masuk akal dan cukup fair untuk dikenakan. Jangan seperti kemarin, segala baru akik lah mau dikenakan," kata dia.
Adapun yang dianggap cocok untuk dikenakan pajak sebagai pengganti, menurut dia, seperti pajak jalan tol. Namun hal tersebut tampaknya belum akan terealisasi dalam waktu dekat.
"Jalan tol tidak apa-apa dikenakan, hanya memang teknisnya yang merepotkan, karena nominalnya jadi tidak genap. Tapi kayanya itu juga batal diterapkan," tandas dia.
Pemerintah berencana menyesuaikan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 24 juta setahun menjadi Rp 36 juta per tahun. Upaya ini diyakini tidak akan menyusutkan penerimaan pajak terlalu besar karena tujuannya meningkatkan daya beli masyarakat.
Baca Juga
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah akan membahas usulan kenaikan batas PTKP ini kepada Komisi XI DPR.
Advertisement
Dengan kenaikan batasan PTKP 50 persen maka akan mendongkrak konsumsi domestik. Pemerintah memang tengah menggenjot konsumsi domestik untuk memacu pertumbuhan ekonomi di luar ekspor yang tengah lesu.
(Dny/Nrm)