Pembebasan Lahan Negara Jadi Hambatan Proyek Listrik 35 Ribu Mw

Masalah lahan dan izin menjadi kendala utama proses pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (Mw).

oleh Septian Deny diperbarui 01 Jul 2015, 20:31 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2015, 20:31 WIB
Petugas PLN Tengah Menyambung Tegangan Listrik ke Sistem 20 KV
(Foto:Liputan6.com/Nurseffi Dwi Wahyuni)

Liputan6.com, Jakarta - Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) menyatakan, proses pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) seringkali terhambat oleh masalah lahan dan perizinan.

Wakil Ketua UP3KN Agung Wicaksono mengatakan, kedua hal tersebut bahkan menjadi masalah terbesar dalam merampungkan proyek tersebut.

"Banyak bottle neck yang buat program ini terhambat. Hambatan terbesar pada lahan dan perizinan," ujar Agung dalam Diskusi Energi Kita di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (1/7/2015).

Dia menjelaskan, untuk lahan sebenarnya terbagi menjadi dua yaitu lahan milik masyarakat dan lahan milik negara. Namun sayangnya, fakta di lapangan menyatakan justru lahan milik negara ini lebih sulit untuk dilakukan pembebasan ketimbang milik masyarakat.

Hal tersebut lantaran jika ada lahan negara yang dibebaskan, maka secara otomatis harus ada pendapatan yang masuk ke kas negara sebagai kompensasi dari pembebasan tersebut.

"Sebagai contoh ada pembangkit yang sudah ada IPP dan punya kewenangan untuk ekspansi. Dengan ekspansi dia akan gunakan lahan milik kementerian di dekatnya. Tapi ternyata tidak bisa begitu saja. Harus kerjasama operasi dan harus ditender. Karena Kementer katakan ini aset negara jadi supaya ada pendapatan negara maka ditender," kata Agung.

Sebelumnya Menteri ESDM, Sudirman Said pernah mengatakan, ada tiga hal yang mengganjal kemajuan proyek listrik 35 ribu Mw di antaranya terkait masalah hukum. Masalah hukum karena perkembangan program ketenagalistrikan yang ditargetkan rampung lima tahun dianggap telah menyalahi prosedur.

Tantangan lainnya mengenai pengadaan lahan, meski Undang-undang Nomor 22 Tahun 2012 telah diterapkan dalam pembebasan lahan. Kemudian masalah perizinan, meski proses perizinan sektor kelistrikan sudah disederhanakan melalui program Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Akan tetapi, hal itu masih menjadi pengganjal dalam program kelistrikan 35 ribu Mw.

Dewan Energi Nasional pun menyatakan percepatan program proyek pembangkit listrik 35 ribu Mw harus didukung Peraturan Presiden yang mengatur masalah perizinan, pendanaan dan penyediaan lahan.

Untuk mempercepat pelaksanaan proyek listrik 35 ribu Mw itu dengan mempercepat penyelesaian negosiasi harga dengan menetapkan harga patokan tertinggi untuk pengembang listrik swasta. (Dny/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya