Pemerintah Rilis Aturan Jaminan Kematian dan Kecelakaan Kerja

Pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program jaminan sosial kepada BPJS Ketenagakerjaan.

oleh Agustina Melani diperbarui 07 Jul 2015, 11:46 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2015, 11:46 WIB
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan

Liputan6.com, Jakarta - Setiap perusahaan selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan diri dan pekerjanya sebagai Peserta dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan. PP ini untuk melaksanakan ketentuan pasal 33,34 ayat (4), pasal 45 ayat (3), dan pasal 46 ayat (4) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial.

"Setiap orang bekerja wajib mendaftarkan dirinya sebagai peserta dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi pasal 4 ayat (2) tersebut, seperti dikutip dari situs Setkab, Selasa (7/7/2015).

Menurut PP ini, peserta program JKK dan JKM terdiri dari peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara meliputi pekerja pada perusahaan, pekerja pada orang perseorangan, dan orang asing bekerja di Indonesia paling singkat enam bulan.

Lalu pekerja bukan penerima upah meliputi pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja yang tidak termasuk yang bukan menerima upah.

Dalam PP ini tertulis kalau peserta yang pindah tempat kerja wajib memberitahukan kepesertaannya kepada pemberi kerja tempat kerja baru dengan menunjukkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dimilikinya.

Selanjutnya, pemberi kerja tempat kerja baru wajib meneruskan kepesertaan pekerja dengan melaporkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan dan membayar iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan sejak pekerja bekerja pada pemberi kerja tempat kerja baru.

"Dalam hal pemberi kerja belum melaporkan dan membayar iuran maka bila terjadi risiko terhadap pekerjanya. Pemberi kerja wajib memberikan hak-hak pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah," bunyi pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015.

Bagi pemberi kerja nyata-nyata lain tidak mendaftarkan pekerjanya, menurut PP ini, pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program jaminan sosial kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai program yang diwajibkan dalam penahapan kepesertaan.

"Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku sejak nomor kepesertaan dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan," bunyi pasal 10 ayat (6) PP ini.

Sementara itu, peserta yang bukan penerima upah wajib mendaftarkan dirinya kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai penahapan kepesertaan. Pendaftaran dimaksud dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melalui wadah, dan kelompok tertentu yang dibentuk oleh peserta dengan mengisi formulir pendaftaran.

"BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan paling lama tujuh hari sejak formulis pendaftaran diterima secara lengkap dan benar, serta iuran pertama dibayar lunas. Kartu itu paling lama tiga hari wajib diserahkan secara langsung kepada peserta melalui wadah, dan keompok tertentu yang dibentuk oleh peserta," bunyi pasal 12 ayat (1,2) PP Nomor 44 Tahun 2015 itu.

Besaran Iuran

Besaran Iuran

Mengenai iuran JKK bagi peserta penerima upah, menurut PP ini dikelompokkan dalam lima kelompok tingkat risiko lingkungan kerja antara lain: tingkat risiko sangat rendah sekitar 0,24 persen, tingkat risiko rendah sebesar 0,54 persen, tingkat risiko sedang sekitar 0,89 persen, tingkat risiko tinggi sekitar 1,27 persen, dan tingkat risiko sangat tinggi sekitar 1,27 persen.

Semua persentase itu dihitung dari upah sebulan yang terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap, dan wajib dibayar oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara.

"Besarnya iuran JKK bagi setiap perusahaan ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan berpedoman pada kelompok tingkat risiko lingkungan kerja sebagaimana tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PP ini," bunyi pasal 16 ayat (2) PP Nomor 44 Tahun 2015 itu.

Untuk besaran iuran JKM bagi peserta penerima upah sebesar 0,30 persen dari upah sebulan yang wajib dibayar oleh pemberi kerja.
Sementara iuran JKK bagi peserta bukan penerima upah didasarkan pada nilai nominal tertentu dari penghasilan peserta sebagaimana tercantum dalam lamporan II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PP itu. Adapun iuran JKM bagi peserta bukan penerima upah adalah Rp 6.800.

PP ini menegaskan, pemberi kerja wajib menyetor iuran JKK dan JKM yang menjadi kewajibannya kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari bulan iuran yang bersangkutan. Keterlambatan pembayaran iuran bagi pemberi kerja dikenakan denda sebesar 2 persen dari iuran yang seharusnya dibayar pemberi kerja.

"Denda akibat keterlambatan pembayaran iurang ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja, dan pembayarannya dilakukan sekaligus bersama-sama dengan penyetoran iuran bulan berikutnya," bunyi pasal 22 ayat (2) PP ini. (Ahm/)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya